Quantcast
Channel: LPPI Makassar
Viewing all 311 articles
Browse latest View live

Kang Jalal, Emilia dan IJABI Melaknat Abu Bakar dan Umar

$
0
0
Sebagai sepasang misionaris Syiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jalaluddin Rakhmat dan Emilia Renita Az, tidak lelah menjalankan ‘misi suci’ mereka dari Iran. Dakwah mereka sangat intens untuk mengenalkan Ahlul Bait kepada Masyarakat Muslim.
Di belakang kita tahu, Cinta Ahlul Bait hanyalah alasan rapuh untuk menyebarkan praktek nikah mut’ah kepada generasi muda Indonesia.
Juga cinta Ahlul Bait hanyalah kedok untuk dapat mencaci istri, mertua dan murid-murid kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam salah satu buku karangan Jalaluddin Rakhmat, “Meraih Cinta Ilahi” terbitan Rosda, Cet VI. 2005, hal 294-295, pada catatan kaki nomor 9 ditulis,
“Lihat Shahih Al-Bukhari, “Kitab Bad’ Al-Khalq”. “Kitab Al-Nikah”; Shahih Muslim, “Kitab Fadha’il Al-Shahabah”; diriwayatkan juga dalam Al-Turmudzi 2:319; Mustadrak Al-Shahabah 3: 158.
Dalam Ibn Qutaibah, Al-Imamah wa Al-Siyasah,diriwayatkan pengakuan para sahabat tentang hadis ini:
Fathimah bertanya kepada Abu Bakar dan Umar: ‘Kami minta kalian bersaksi demi Allah, apakah kalian dengar sabda Rasulullah Saw, ‘Rida Fathimah adalah ridaku, murka Fathimah adalah murkaku. Barang siapa mencintai Fathimah, ia telah membahagiakanku. Barangsiapa membuat Fathimah marah, ia telah membuatku marah juga?’ keduanya menjawab: ‘Benar, kami mendengar Rasulullah Saw berkata seperti itu.’ Fathimah kemudian berkata: ‘Aku bersaksi kepada Allah dan para malaikatnya, kalian berdua terlah membuatku marahdan tidak senang jika berjumpa dengan Nabi Allah saw, aku akan mengadukan kalian berdua kepadanya. Abu Bakar mengangis keras, hampir pingsan. Fathimah berkata, ‘Demi Allah, aku akan mendoakan (agar Allah membalas perbuatanmu) pada setiap shalat yang aku lakukan.’ Abu Bakar keluar dan berkata kepada orang-orang disekitarnya: ‘Kalian tidur dengan senang sambil memeluk kawan tidur kalian dan meninggalkan aku dengan segala persoalanku. Aku tidak perlu baiat kalian. Lepaskan dari aku baiat itu’.

Dalam catatan ini, Jalaluddin Rakhmat yakin bahwa Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma membuat Fathimah radhiyallahu ‘anha  marah. Bahkan sampai mendoakan keburukan pada mereka berdua.
Lihat juga buku ini dalam cetakan terbarunya, terbitan Depok: Pustaka IIMaN, 2008. hal. 404-405, berikut



Pernyataan ini lalu dilengkapi dengan keterangan dari buku yang ditulis oleh istrinya, Emilia Renita Az, dalam “40 Masalah Syiah” terbitan Bandung: IJABI. Cet ke 2. 2009. Hal. 90, berikut,
“Dengan merujuk kepada sabda Nabi saw “Fathimah belahan nyawaku, siapa yang menyakiti Fathimah, dia menyakitiku; siapa yang membuat murka Fathimah, ia membuat aku murka (Shahih al-Bukhari 5, hadis 61 dan 111; Shahih Muslim 4: 1904-1905), dan menurut Al-Qur’an Allah melaknat orang-orang yang menyakiti Rasulullah saw, maka Syiah melaknat orang-orang yang menyakiti Fathimah as.
Sekadar untuk diketahui, buku ini dieditori oleh Jalaluddin Rakhmat, suaminya. Pada akhir paragraf kata pengantar Editor, Ketua Dewan Syuro IJABI ini mengatakan bahwa buku tersebut sebagai pedoman dakwah IJABI.
Dalam artian, bahwa buku tersebut adalah landasan Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia dalam menjalankan misinya. Dakwah yang mereka jalankan di Indonesia harus sesuai dengan isi buku tersebut.
Terkait celaan untuk murid dan sahabat-sahabat Nabi sangat banyak ditemukan dalam buku “40 Masalah Syiah”, buletin “At-Tanwir” terbitan IJABI, Makalah Jalaluddin Rakhmat di UIN Alauddin dan juga dalam buku “Al-Mushthafa” karya Kang Jalal juga. Berikut ini daftarnya:
Umar meragukan kenabian Rasulullah saw. (Jalauddin Rakhmat. Sahabat Dalam Timbangan Al Quran, Sunnah dan Ilmiu Pengetahuan. PPs UIN Alauddin 2009. hal. 6)
Para sahabat sering menentang pada saat Rasulullah saw masih hidup.(Emilia Renita AZ. 40 Masalah Syiah. Bandung: IJABI. Cet ke 2. 2009.hal. 82)
Para sahabat membantah perintah Nabi saw.(Jalauddin Rakhmat. Sahabat Dalam Timbangan Al Quran, Sunnah dan Ilmiu Pengetahuan. PPs UIN Alauddin 2009. hal. 7)
Para sahabat merobah-robah agama.(Jalaluddin Rakhmat. Artikel dalam Buletin al Tanwir Yayasan Muthahhari Edisi Khusus No. 298. 10 Muharram 1431 H.  hal. 3)
Muawiyah tidak hanya fasik bahkan kafir, tidak meyakini kenabian. Ia besama dengan Abu Sufyan dan Amr bin ash telah dilaknat oleh Nabi saw. (Jalaluddin Rakhmat. Al Mushthafa (Manusia Pilihan yang Disucikan). Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008. hal. 24 dan 73)
dan
Para sahabat murtad. (Jalaluddin Rakhmat. Artikel dalam Buletin al Tanwir Yayasan Muthahhari Edisi Khusus No. 298. 10 Muharram 1431 H.  hal. 3)
Daftarnya secara lengkap Anda bisa lihat disini:
Bantahan: 
Riwayat mengenai kemarahan Fathimah kepada Abu Bakar dan Umar sama sekali tidak ditemukan dalam sumber-sumber yang disebutkan. Baik itu dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Turmudzi maupun Mustadrak al-Shahabah. Semua lafadz hadis yang disebutkan hanya berkaitan dengan ucapan Nabi, “Fathimah adalah belahan nyawaku, siapa yang menyakiti Fathimah maka ia telah menyakitiku. siapa yang membuat murka Fathimah, ia membuat aku murka.”
«فَاطِمَةُ بَضْعَةٌ مِنِّي، فَمَنْ أَغْضَبَهَا أَغْضَبَنِي»
Atau semakna dengan lafadz ini, seperti lafadz berikut,
فَإِنَّمَا هِيَ بَضْعَةٌ مِنِّي، يُرِيبُنِي مَا أَرَابَهَا، وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا»
Selain itu, hanya ada tiga bentuk hadis yang menyebutkan asbab wurud (sebab keluarnya sabda Nabi) di atas.
Pertama, Riwayat Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan Sunan Turmudzi berikut,
«إِنَّ بَنِي هِشَامِ بْنِ المُغِيرَةِ اسْتَأْذَنُونِي فِي أَنْ يُنْكِحُوا ابْنَتَهُمْ عَلِيَّ بْنَ أَبِي طَالِبٍ فَلَا آذَنُ، ثُمَّ لَا آذَنُ، ثُمَّ لَا آذَنُ، إِلَّا أَنْ يُرِيدَ ابْنُ أَبِي طَالِبٍ أَنْ يُطَلِّقَ ابْنَتِي وَيَنْكِحَ ابْنَتَهُمْ فَإِنَّهَا بِضْعَةٌ مِنِّي يَرِيبُنِي مَا رَابَهَا وَيُؤْذِينِي مَا آذَاهَا»
“Sesungguhnya Bani Hisyam bin al –Mughirah meminta izin padaku untuk menikahkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Sungguh aku tidak mengizinkannya. Aku tidak mengizinkannya. Aku tidak mengizinkannya. Kecuali jika Ibnu Abi Thalib menceraikan anakku lalu mereka nikahkah anak mereka. Karena ia belahan nyawaku. Apa yang membuatnya terganggu juga membuatku terganggu. Siapa yang menyakitinya, juga menyakitiku.”
Kedua, Masih dalam Shahih Bukhari dan Sunan Turmudzi, lafadz berikut berasal dari Shahih al-Bukhari,
إِنَّ عَلِيًّا خَطَبَ بِنْتَ أَبِي جَهْلٍ فَسَمِعَتْ بِذَلِكَ، فَاطِمَةُ فَأَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ: يَزْعُمُ قَوْمُكَ أَنَّكَ لاَ تَغْضَبُ لِبَنَاتِكَ، وَهَذَا عَلِيٌّ نَاكِحٌ بِنْتَ أَبِي جَهْلٍ، فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَمِعْتُهُ حِينَ تَشَهَّدَ، يَقُولُ: «أَمَّا بَعْدُ أَنْكَحْتُ أَبَا العَاصِ بْنَ الرَّبِيعِ، فَحَدَّثَنِي وَصَدَقَنِي، وَإِنَّ فَاطِمَةَ بَضْعَةٌ مِنِّي وَإِنِّي أَكْرَهُ أَنْ يَسُوءَهَا، وَاللَّهِ لاَ تَجْتَمِعُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِنْتُ عَدُوِّ اللَّهِ، عِنْدَ رَجُلٍ وَاحِدٍ» فَتَرَكَ عَلِيٌّ الخِطْبَةَ
“Sesungguhnya Ali melamar putri Abu Jahal. Fathimah mendengar rencana itu. Lalu ia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Kaummu mengira Engkau tidak marah karena persoalan putrimu. Ali berencana menikahi putri Abu Jahal’ Rasulullah lalu berdiri. Ketika selesai dari shalat beliau langsung bersabda, ‘Amma ba’d, saya telah menikahkan Abul ‘Ash bin al-Rabi’ (dengan Zainab, putri Rasulullah, sebelum diangkat menjadi Rasul). Ia (Ali) pun berbicara padaku dan menyetujuiku. Sesungguhnya Fathimah adalah belahan nyawaku. Saya tidak suka jika ada yang berbuat buruk padanya. Demi Allah tidak akan berkumpul putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan putrinya musuh Allah pada satu laki-laki (poligami) ’. Kemudian Ali membatalkan pelamaran itu.”
Dalam Fath al-Bari, Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan bahwa kejadian ini sewaktu Fathu Makkah, 8 Hijriyah (Abu Jahal mati dalam perang Badar, 2 Hijriyah). Putri Abu Jahal tersebut bernama Juwairiyah. Rasulullah menampakkan kemarahannya pada Ali, padahal sebagaimana diketahui, sangat jarang beliau menampakkan kemarahan kepada seseorang secara terang-terangan. Beliau melakukan itu untuk membuat hati putrinya lapang dan tidak sedih karena kejadian itu. (Fath al-Bari, 7/86, cet. Dar al-Ma’rifah dalam Maktabah Asy-Syamilah)
Meskipun demikian, Ahlus Sunnah tidak mengambil kesimpulan “Melaknat siapa saja yang menyakiti Fathimah” seperti yang dilakukan oleh Syiah. Karena tradisi caci-maki itu bukan akhlak yang baik dalam agama Islam. Namun, jika Syiah tetap ingin mencaci, maka Ali-lah radhiyallahu ‘anhu yang pantas dilaknat oleh mereka.
Bahkan Allah menuntun kita memintakan ampun untuk para pendahulu kita dari orang-orang beriman. Setelah Allah menyebut kelebihan yang dimiliki kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Allah memberi kita tuntunan, “Dan orang-orang yang datang setelah mereka, mereka berkata, ‘Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam beriman. Janganlah tanamkan kebencian dalam hati kami terhadap orang-orang beriman. Rabb kami, sesungguhnya Engkau Mahalembut lagi Mahapenyayang’.”(QS. al-Hasyr: 10)
Ketiga, dalam Sunan Turmudzi
أَنَّ عَلِيًّا، ذَكَرَ بِنْتَ أَبِي جَهْلٍ فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «إِنَّمَا فَاطِمَةُ بِضْعَةٌ مِنِّي يُؤْذِينِي مَا آذَاهَا وَيُنْصِبُنِي مَا أَنْصَبَهَا»
“Ali menyebut (rencana pelamaran) putri Abu Jahal. Kabar itu sampai pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda: ‘Fathimah adalah belahan nyawaku. Membuatku sakit apa yang membuatnya sakit’.”
Karena itu, dalam riwayat manapun dalam semua kitab hadis tidak ada yang menyebutkan kisah ‘kemarahan’ Fathimah kepada Abu Bakar dan Umar radhiyallahu anhum ajma’in.
Berikutnya, sumber yang disebut Jalaluddin Rakhmat, dari kitab al-Imamah wa al-Siyasah, karya Ibn Qutaibah.
Kita sebenarnya tidak menyangka ada riwayat seperti di atas dalam kitab karya seorang Imam Ahlus Sunnah, Ibnu Qutaibah.
Setelah ditelusuri, ternyata kitab al-Imamah wa al-Siyasah ini bukan karya Imam Ibnu Qutaibah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syeikh Muhibbuddin al-Khathib dalam buku yang ditahqiqnya, al-‘Awashim min al-Qawashim, karya Ibnu Qutaibah.
“Tidak benar semua yang ada dalam kitab tersebut (untuk dinisbatkan kepada Imam ibnu Qutaibah), jikalau benar kitab tersebut dinisbatkan kepada Al Imam Al Hujjah Al Tsabt Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah (213-276 H) niscaya sebagaimana yang dikomentari oleh Ibnu Al ‘Arabi, dikarenakan kitab Al Imamah wa Al Siyasah  penuh dengan kebodohan, kepandiran, kelemahan, kebohongan, dan kepalsuan. Saya juga sebutkan dalam kitab saya, Al Muyassar wa Al Qadaah di halaman 26-27 komentar dan argumen para  Ulama tentang kitab Al Imamah wa Al Siyasah bahwa kitab tersebut bukan milik Ibnu Qu taibah, dan saya tambahkan sekarang dari apa yang telah saya sebutkan (di dalam Al Muyassar wa Al Qadaah) bahwa penulis Al Imamah wa Al Siyasah banyak meriwayatkan (kisah dan peristiwa di dalam buku Al Imamah wa Al Siyasah tersebut) dari dua Ulama besar di Mesir, sedangkan Ibnu Qutaibah tidak pernah ke Mesir dan tidak mengambil riwayat dari dua ulama tadi, maka semua itu menunjukkan bahwa kitab (Al Imamah wa Al Siyasah) tersebut didustakan (penisbatan itu) padanya ”. hal 248
Untuk tambahan data mengenai kamuflase ulama Syiah dalam mencontek nama-nama ulama Ahlus Sunnah, silakan lihat disini: 
Dari fakta yang ditemukan ini, yakinlah kita bahwa kisah yang dibawakan oleh Jalaluddin Rakhmat di atas hanyalah riwayat palsu. Tidak ada satupun literatur klasik Islam yang menyebutkan dongeng yang dibawakan olehnya. Kalau ada, pasti hanyalah berasal dari kitab Syiah, yang terkenal kebenciannya pada istri, mertua, dan murid-murid kesayangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
(Muh. Istiqamah/lppimakassar.com)

Ayatullah Provokasi Umatnya Memberontak Pemerintah yang Sah Demi Tersebarnya Syiah

$
0
0
Seorang ulama Syiah dengan tenang duduk di mimbar khutbahnya menyampaikan provokasi kepada umatnya untuk melawan pemerintah yang sah.
Pemerintah Sudan mengeluarkan peraturan atau undang-undang atau apa pun itu. Husainiyah (tempat ibadah) mereka ditutup. Syiah di Sudan berteriak dengan satu suara “Al-Husain di atas Undang-undang.”
kita tolak undang-undang itu dan juga Umar al-Basyir (presiden Sudan) semoga Allah melaknatnya. Semoga Allah memperjumpakannya dengan Umar pendahulunya. Dan kita meolak semua hukum.
Syiah di Sudan jumlahnya besar jika mereka berkumpul dan siap berperang maka dunia akan memperhatikan. Dari mereka akan dibunuh 10, 20, 30 atau 40 orang, namun mereka bersandar pada Husain.
Adapun jika semuanya diam, apa yang akan terjadi?
Lihat videonya pada link ini:
(Ibnu Ahmad/lppimakassar.com) 

Sebelum Dilepas, Ustadz Syiah Dilatih Menembak

Kang Jalal dengan 4 Gelar Palsu?

$
0
0
Syamsuddin Baharuddin, Ketua IJABI Pusat, pada 21 Mei 2012 (waktu itu masih Ketua PW IJABI Sulsel) membela Ustadznya melalui “Surat dari Pembaca” di Harian Fajar Makassar dengan mengatakan,
“Keberadaan gelar-gelar akademik itu tidak menambah besar reputasi Beliau, karena kebesaran Beliau tidak terletak pada gelar-gelar akademiknya. Gelar itu tidak menghias dirinya. Dirinyalah yang menghias gelar itu.”
Mari kita lihat bagaimana dirinya menghias gelar-gelar itu.
Pengakuan
Buku “Tafsir Kebahagiaan” dan “Doa Bukan Lampu Aladin”, keduanya karya Jalaluddin Rakhmat, disebutkan bahwa suami Emilia itu lulus dari IOWA State University New York pada tahun 1981 untuk gelar pendidikan S2 nya.
Sedangkan dalam buku “Dakwah Sufistik Kang Jalal”, lewat wawancara pribadi, ia mengaku lulus doktor di Australian National University lalu kemudian pada Oktober 2001 dikukuhkan sebagai guru besar ilmu komunikasi pada Universitas Padjadjaran Bandung.
Kemudian di hadapan penyidik Polrestabes Makassar ia menyerahkan ijazah S3 dari Distance Learning Institute. Begitu juga dalam buku, “Jalan Rahmat Mengetuk Pintu Tuhan”, dalam setiap lembarnya disertakan nama Kang Jalal lengkap dengan titelnya, “Dr. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc.,”
Dari pengakuan-pengakuan ini total gelar beliau ada empat. S2 dari IOWA State University, S3 dari Australian National University dan Distance Learning Institute. Lalu gelar guru besar dengan titel “professor” diperolehnya dari Universitas Padjadjaran Bandung.
Kumpulan pengakuannya ataupun gelarnya yang ditulis oleh orang lain namun ia diamkan Anda bisa lihat disini: http://www.lppimakassar.com/2013/10/lppi-laporkan-pentolan-syiah-jalaluddin.html
Faktanya bisa Anda bandingkan berikut ini,
Gelar S2
Pendidikan S2 beliau tempuh di New York, Amerika Serikat. Selesai disana dengan predikat Magna Cum Laude. Sayangnya ijazah tersebut masuk ke Indonesia dengan tanpa melakukan penyetaraan. Sehingga, dengan ijazah bermasalah itu (bukan ijazah palsu) program doktoralnya di UIN Alauddin Makassar untuk sementara dihentikan sampai ia menyetarakannya di DIKTI Kemendikbud. Baca: http://www.lppimakassar.com/2014/03/ijazah-s2-bermasalah-doktoral.html
Gelar S3
Pertama, ditempuh di Australian National University. Dan menurut buku “Dakwah Sufistik Kang Jalal” ia selesai disana. Sumber dari Kang Jalal sendiri melalui wawancara pribadi.
Selain Surat DIKTI menyebutkan bahwa ia belum menyetarakan ijazah doktornya, beberapa sumber bahkan menyebutkan bahwa ia tidak selesai disana (Baca disini: http://www.lppimakassar.com/2012/11/orang-syiah-indonesia-mengambil-agama.html). Yang pertama keterangan dari Prof. Azyumardi Azra, beliau mengatakan “Kang Jalal Belum Memiliki Kualifikasi S3.” Pernyataan ini  dimuat pada laman UIN Online (UIN Alauddin) pada 13 Desember 2012. Berikutnya Wakil Rektor Universitas Az-Zahra, Taufan Maulamin, menyebut Kang Jalal dengan sebutan “Cacat Akademik” (Baca disini: http://www.islampos.com/wakil-rektor-universitas-azzahra-apresiasi-langkah-rektor-unj-tolak-syiah-73222/)
Dan terakhir, Zulkifli, mahasiswa Universitas Leiden Belanda sekaligus penulis disertasi The Struggle Of Shi’s in Indonesia menyebut Jalaluddin Rakhmat,
Finally, in 1994 Jalaluddin Rakhmat took Political Science as his PhD major at the Australian National University, but as yet his study is not completed. As with Husein Shahab, he is wrongly perceived to have completed his PhD, a mistake which in beneffical his position within the shi’i community.” Pada hal. 76, disertasi ini bisa Anda lihat secara online disini: https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/14017/STRUGGLE%20OF%20SHI%E2%80%98IS_ed_Aug_3_09.pdf?sequence=1 
Karena itu, jangankan memiliki gelar S3 dari Australia, selesaipun tidak.
Kedua, S3 kedua ia peroleh pada tahun 1999 dari Distance Learning Institute IPWI dengan bukti fotocopy ijazah yang diperlihatkannya di hadapan Penyidik Polrestabes Makassar.
Namun menurut keterangan DIKTI dengan nomor surat 0780/E3/2/2014 tertanggal 12 Februari 2014, Distance Learning Institute Pengembangan Wiraswasta Indonesia (IPWI) tidak pernah diberikan ijin penyelenggaraan pendidikan S3. (Lihat scannya disini: http://koepas.org/images/Cacat%20S3%20Jalal.jpg) Karena itu ijazah Jalaluddin Rakhmat yang berasal dari lembaga pendidikan tersebut adalah gelar aspal (asli tapi palsu).
Surat DIKTI ini lalu diprotes oleh sebagian kalangan karena janggal pada penanggalan suratnya. Surat LPPI Makassar yang memohon klarifikasi bertanggal 13 februari 2014 sedangkan surat balasannya dari DIKTI bertanggal 12 Februari 2014. Mestinya surat balasan tersebut tiba setelah tanggal 13, atau minimal pada hari yang sama. Kami baru sadar setelah surat ini tersebar luas. Tanpa berlama-lama, akhirnya DIKTI mengirimkan kembali surat dengan nomor 1284/E3.2/2014 untuk meralat surat sebelumnya.
“Terkait surat kami No. 07880/E3.2/2014 tanggal 12 Februari 2014 perihal permohonan klarifikasi/verifikasi ijazah an. Jalaluddin Rakhmat, bersama ini kami sampaikan ralat bahwa surat tersebut sebagai jawaban atas surat dari Ketua LPPI No 299/B/LPPI-PIBT/II/2014 tanggal 3 Februari 2014 bukan 13 Februari 2014.
Gelar Professor
Menurut pengakuannya dalam buku “Dakwah Sufistik Kang Jalal” ia dikukuhkan sebagai guru besar ilmu komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung pada Oktober 2001.
Namun pengakuannya tersebut ditolak langsung oleh Rektor Unpad lewat surat Rektor dengan nomor 9586/UN6.RKT/KU/2012 tertanggal 23 April 2013.
“Membalas surat Bapak nomor 103/B/P/LPPI-PIBT/II/2012 tanggal 26 Pebruari 2012 perihal sebagaimana pokok surat, dengan hormat kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: 1. Bapak Jalaluddin Rakhmat, belum memiliki gelar Guru Besar di Universitas Padjadjaran; 2. Untuk gelar Doktor (Dr), secara administratif kami belum menerima ijazahnya.” 
Karena itu, titel “professor” nya pun bisa dibilang aspal, asli tapi palsu.

Dari beberapa keterangan ini kita bisa katakan bahwa dari 4 gelar yang diklaim oleh Jalaluddin Rakhmat dimulai dari jenjang pendidikan S2 sampai gelar Guru Besar semuanya bermasalah. Dengan rincian, Gelar S2 dari IOWA State University belum disetarakan, hal ini mengakibatkan program doktoralnya di UIN Alauddin tersendat. Gelar S3 dari Australian National Univeristy, gelar S3 dari Distance Learning Institute dan gelar Guru Besar dari Unpad bandung adalah gelar dan/ atau ijazah palsu.
(Muh. Istiqamah/lppimakassar.com) 

Pendiri Hizbullah: Tentara Kita di Suriah Menuju Jahannam

$
0
0
Pembawa acara: Banyak pertanyaan dari masyarakat, apakah Tentara Hizbullah yang dibunuh di Suriah, termasuk Syahid?

Thufaili (Pendiri Hizbullah): Syahid, dan yang dimaksudnya adalah membunuh anak-anak kaum Muslimin? Dikatakan Syahid, lantas mereka menghancurkan rumah kaum Muslimin? Syahid, karena mereka membebaskan Palestina? Ini bukan Syahid! Bahkan mereka menuju Jahannam. Saya tegaskan ini dengan nash dari al-Qur'an al-Karim.

Berikut ini videonya:


(Ibnu Ahmad/lppimakassar.com)

21 Kebohongan Jalaluddin Rakhmat Saat Membela “Keislaman” Abu Thalib

$
0
0
Al-Mushthafa; Manusia Pilihan yang Disucikan adalah salah satu buku pegangan Syiah di Indonesia yang ditulis Jalaluddin Rakhmat (JR) untuk melegalkan praktik caci-maki mereka kepada para sahabat Nabi saw.
Selain itu, di antara propaganda buku ini adalah usaha untuk menjatuhkan kitab-kitab hadis Kaum Muslimin. Membuat kaum Muslimin hilang kepercayaan terhadap sabda-sabda Nabi yang dikumpulkan oleh para ulama terutama Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Contoh kasus yang dia gunakan mengenai “keislaman” Abu Thalib, paman Nabi saw. Beberapa hadis dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim memuat keterangan dari Nabi Muhammad Saw, bahwa Abu Thalib meskipun banyak membela keponakannya dalam dakwah tetap saja ia termasuk penghuni Neraka karena sampai akhirnya hayatnya tidak mau mengucapkan kalimat Lailaha Illallah.
Untuk memahami masalah ini lebih dalam kita langsung masuk ke inti masalah. Dimulai dengan hadis yang terdapat dalam Shahih Muslim:
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْحَارِثِ، قَالَ: سَمِعْتُ الْعَبَّاسَ، يَقُولُ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّ أَبَا طَالِبٍ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَنْصُرُكَ فَهَلْ نَفَعَهُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «نَعَمْ،وَجَدْتُهُ فِي غَمَرَاتٍ مِنَ النَّارِ، فَأَخْرَجْتُهُ إِلَى ضَحْضَاحٍ».
Berikut ini komentar Jalaluddin Rakhmat:
Lalu mengapa ada hadis dhahdhah di atas? Mari kita telaah hadis-hadis tadi, secara kritis:
Jika kita perhatikan orang-orang yang meriwayatkan hadis (rijal), hampir semuanya termasuk rangkaian pendusta atau mudallis, atau tidak dikenal. Muslim menerima hadis ini dari Ibnu Abi Umar yang dinilai para ahli hadis sebagai majhul. Ibnu Abi Umar menerimanya dari Sufyan al-tsauri. Sufyan disebutkan oleh al-Dzahabi dalam Mizan al-‘Itidal sebagai “innahu yudallisu wa yaktubu min al-kadzdzabin”, ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta. Sufyan al-tsauri menerimanya dari Abdul Malik bin ‘Umayr, yang panjang usianya dan buruk hapalannya. Kata Abu Hatim: Tidak bisa dipercaya hapalannya. Sudah berubah daya hapalnya. Kata Imam Ahmad: lemah dan salah. Kata Ibnu Mu’in: Membingungkan. Syu’bah tidak senang  kepadanya. Menurut al-Kawsaj dari Ahmad: dha’if jiddan, sangat lemah. Kata Ibnu Hibban: mudallis (Lihat Mizan al-I’tidal 22: 690).
(al-Mushthafa, hal 138)
Selain hadis dalam Shahih Muslim, ia juga mengkritik hadis yang berada dalam Shahih Bukhari:
حَدَّثَنَا أَبُو اليَمَانِ، أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، قَالَ: أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ المُسَيِّبِ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الوَفَاةُ، جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلٍ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ المُغِيرَةِ، فَقَالَ:"أَيْ عَمِّ قُلْ: لا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ "فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ؟ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ [ص:113]، وَيُعِيدَانِهِ بِتِلْكَ المَقَالَةِ، حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ: عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ: لا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.
Berikut ini komentarnya terhadap hadis dalam Shahih Bukhari di atas:
Al-Hawzani, Kata al-Dzahabi ia dilemahkan oleh Ibnu Qathan karena hadisnya mursal (Mizan al-I’tidal 4: 589); Syu’aib, tidak dikenal dan al-Dzahabi banyak menyebut orang yang namanya Syu’aib. Kebanyak daif, pembohong, bodoh, dan hadisnya tidak diragukan (Mizan al-I’tidal 2: 275-8); Al-Zuhri, termasuk yang sangat membenci Imam Ali. Ibnu Abil Hadid memasukkannya dalam kelompok pencipta hadis maudhu’ (bikinan); Sa’id bin Musayyab, kata Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah, pernah meriwayatkan hadis ini, “Barangsiapa yang mati mencintai Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan menyayangi Muawiyah wajib bagi Allah untuk tidak memeriksanya pada hari kiamat.”
(al-Mushthafa, hal 145)
Belum puas dengan ini, manuvernya ia lanjutkan. Kritikan berikutnya kembali kepada Shahih Muslim:
وحَدَّثَنِي حَرْمَلَةُبْنُ يَحْيَى التُّجِيبِيُّ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي يُونُسُ،عَنِ ابْنِ شِهَابٍقَالَ: أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ،عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الْوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلٍ، وَعَبْدَ اللهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ الْمُغِيرَةِ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا عَمِّ،قُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللهِ "، فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ اللهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ، أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ؟ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ، وَيُعِيدُ لَهُ تِلْكَ الْمَقَالَةَ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ: هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَمَا وَاللهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ»، فَأَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ} [التوبة: 113]، وَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى فِي أَبِي طَالِبٍ، فَقَالَ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ}
Berikut ini kritikannya:
Dalam hadis Muslim, kita menemukan rangkaian periwayat yang juga daif; Harmalah bin Abdullah al-Farhadani: daif (Mizan al-I’tidal 1:472); Abdullah bin Wahab, Imam Ahmad ditanya tentang dia, “Apakah ia suka salah mengambil hadis.” Ia menjawab, “Benar” (Mizan al-I’tidal: 2: 521-2); Yunus, ada banyak nama Yunus, di antaranya ada yang pendusta, hapalannya jelek, majhul, munkar al-hadits (Mizan al-I’tidal: 4: 477-485); Ibnu Syihab, tidak terdapat dalam kitab-kitab rijal; Muhammad bin hatim al-Samin, kata al-Fallas: tidak diperhitungkan, kata Ibnu Madini: Pendusta (Mizan al-I’tidal 3: 503); Yahya bin Sa’id, banyak orang dengan nama ini dan semuanya dikecam al-Dzahabi sebagai orang-orang mungkar dan daif. Kata al-Nasa’i: Ia meriwayatkan banyak hadis mawdhu’ dari al-Zuhri (Mizan al-I’tidal 4: 377-380).
(al-Mushthafa, hal 145)

Kebohongan yang Rapuh pun Terbongkar
Membaca kritikan Jalaluddin Rakhmat terhadap para perawi di atas membuat kita terperanjat. Sebegitu rendahkah kualitas para perawi Shahih Bukhari dan Shahih Muslim?
Mari kita coba kembali melihat kitab-kitab rujukan yang dia gunakan dalam mengkritik para perawi tersebut.
*Penomoran di bawah untuk mengurutkan jumlah kebohongannya. Baik itu berbohong atas nama perawi maupun berbohong atas nama Ulama ahl Jarh wa at-ta’dil.
Hadits pertama
1. Hadis tentang  dhahdhah, kita lihat satu persatu (sanadnya), dia (JR) katakan bahwa “Jika kita perhatikan orang-orang yang meriwayatkan hadis atau rijalnya hampir semua termasuk rangkaian para pendusta atau mudallis atau tidak dikenal” , Mari kita liat satu persatu (untuk membuktikan kebenaran pernyataannya).
2. dan 3. Perawi Pertama : Ibn Abi Umar, kata JR orang ini menurut “Para ahli hadis sebagai majhul”, ada dua pertanyaan untuk JR disini, Siapa para ahli hadis yang dimaksudkan? dan (kedua) majhulnya ini, majhul hal atau majhul ‘ain? Majhul hal artinya seorang perawi yang tidak diriwayatkan kecuali dua orang saja, dan majhul ‘ain seorang perawi yang cuma satu yang meriwayatkannya. Padahal siapa itu Ibn Abi Umar ? Buku-buku rijal hadis semuanya menyebutkan bahwa dialah Muhammad bin Yahya bin Abi Umar al Adani dan dia diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, Ibn majah, Baqi’ bin Makhlad, Abu Zur’ah ad Dimasyqi, Abu Zur’ah ar Razi, Abu Hatim ar Razi dan banyak sekali ulama, (kalo begitu) dari mana dikatakan bahwa dia seorang majhul? padahal begitu banyak sekali perawi hadis yang meriwayatkan dari dia. (Dua nomor karena berdusta atas Ibnu Abi Umar dan juga kepada para ahli hadis. Dan seterusnya seperti ini)
4., dan 5. Kemudian perowi yang kedua: Sufyan ats Tsauri. JR mengatakan, “Sufyan disebutkan oleh al-Dzahabi dalam Mizan al-‘Itidal sebagai “innahu yudallisu wa yaktubu min al-kadzdzabin”, ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta.” Padahal dalam Mizan al-I’tidal, Imam Al-Dzahabi menyebutkan seperti ini, “Wa la ‘ibrata liqauli man qala innahu yadallisu wa yaktubu min al-kadzdzabin” jangan percaya pada orang yang mengatakan bahwa ia melakukan tadlis dan meriwayatkan hadis dari para pendusta. Ucapan Imam Al-Dzahabi dipotong, sehingga maknanya berubah drastis. (Berbohong atas Sufyan ats Tsauri dan juga kepada Imam Al-Dzahabi, karena menyimpangkan perkataannya)
6., 7., dan 8. Perawi Ketiga adalah : Abdul Malik bin ‘Umair; di sini disebutkan beberapa perkataan rijal hadis atau ulama hadis yang melemahkannya karena usianya sudah tua dan akhirnya buruk hafalannya dan seakan-akan semuanya sepakat mengatakan seperti itu, di sini juga dikatakan bahwa imam dzahabi menukil perkataaan ibnu Mu’in, ini juga diantara kesalahan yang fatal dalam buku ini, yaitu salah dalam menyebutkan nama-nama perawi hadis menunjukkan bahwa tidak ditelaah dengan baik padahal seharusnya Ibnu Ma’in dan juga di sini dikatakan bahwa Ibn Hibban mengatakan bahwa Abdul Malik bin ‘Umair mudallis padahal dalam mizanul I’tidal yang disebutkan disini tidak ada sama sekali perkataan ibnu hibban bahkan imam dzahabi meyimpulkan dalam bukunya Mizanul I’tidal (yang katanya dikutip oleh Jalal) bahwa perawi ini Abdul Malik bin Umair ialah sama dengan Abu Ishak as Sabi’i dan Said al Maqbury yang mana setelah terjadi ikhtilath padanya dalam artian setelah tua dan hafalannya sudah buruk maka dia berhenti untuk meriwayatkan hadis. Artinya hadis-hadis yang telah disampaikan adalah hadis-hadis yang beliau riwayatkan ketika hapalannya masih kuat, jadi tidak ada persoalan. (Berbohong atas Abdul Malik bin Umair, Ibnu Hibban, dan Imam Adz-Dzahabi)
9. Dan sungguh sangat disayangkan dalam buku ini (al-Mustafa) Jalal mengatakan, “Lihat mizanul I’tidal jilid 22 hal 690”, buku mizanul I’tidal cetakan apa ini? Padahal Mizanul I’tidal cuma 5 jilid dalam semua cetakannya, lalu jilid 22 ini dari mana?
*nomor 2 sampai 8 membuktikan kebohongan ucapan Jalal di nomor 1.
Hadis yang kedua
10. Hadis yang diriwayatkan oleh imam bukhari, dia (JR) menyebutkan (hadits ini) sebagai contoh rangkaian rijal yang lemah untuk membantah hadits yang menyatakan Abu Thalib masuk neraka. Dia (JR) mengatakan dalam buku ini (almustafa, hal 144) dalam shahih bukhari perawinya orang-orang yang tidak bisa diambil hadisnya.
11. Perowi pertama: JR menyebut Abu Yaman adalah al Hawzani; padahal Abu Yaman al Hawzani tidak meriwayatkan sama sekali dalam Shahih bukhari, kalau kita lihat tahdzibut tahdzib saja; salah satu buku yang paling kecil dalam rijal hadis, Abu Yaman al Hawzani disebutkan ibn hajar dengan simbol: mim dal artinya dia ini cuma diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Marasil dan tidak disebutkan periwayatannya dalam shahih bukhari. Maka  dia bukan sebagai Abu Yaman yang dimaksudkan shahih bukhari, tapi abu yaman di sini adalah al Hakam bin Nafi’ yang dikenal sebagai tsiqah tsabt (terpecaya dan sangat kuat) dan tidak ada khilaf didalamnya. Dan dia ini Hakam bin Nafi’ al Bahroni bukan al Hawzaini.
12. Perawi kedua: Kemudian dia (JR) katakan bahwa, “Syuaib tidak dikenal”, subhanallah. Padahal Syuaib ini dalam riwayat ini meriwayatkan dari az Zuhri dan Syuaib sebagiamana kata ulama adalah Syuaib bin Abi Hamzah dan dia adalah  autsaqun nas fi az zuhri (dia adalah murid azzuhri yang paling kuat yang meriwayatkan hadis-hadis dari azzuhri) dan jalal mengatakan “tidak dikenal”, bagaimana mungkin dikatakan tidak dikenal?  padahal dalam buku-buku hadis sangat-sangat banyak meyebutkan dan memuji Syuaib bin Abi Hamzah ini.
13. Perawi ketiga: Kemudian dikatakan (oleh JR) bahwa “al Zuhri termasuk orang yang sangat membenci imam Ali”, dari mana landasannya ini?. Kita lihat landasannya dari Ibnu Abil Hadid dan buku-buku syiah, sayang, dia (JR) tidak menyebutkan buku ahlussunnah dan ibn habi hadid sendiri sudah dijelaskan oleh uama kita bahwa buku-bukunya tidak ada yang bersanad, padahal sanad adalah sandaran dalam menilai benar tidaknya suatu perkataan. (JR telah menuduh al Zuhri) padahal ibnu hajar mengatakan siapa itu zuhri? dia adalah al hujjah ats tsabat muttafun ‘ala jalalatihi wa itqonihi (hujjah, sangat kuat hafalannya dan para ulama telah sepakat akan kemuliaan dan kekuatan hafalannya)
*Nomor 11 sampai 13 membuktikan kobohongan perkataan Jalaluddin Rakhmat pada nomor 10
Hadits Ketiga
Kemudian yang terakhir, dari sekian banyak contoh yang bisa disebutkan  setelah itu alinea terakhir dalam hal. 145. Riwayat muslim yang dia (JR) juga lemahkan tentang kisah kematian abu thalib dalam keadaan musyrik.
14. Dia (JR) katakan “Kita menemukan rangkaian riwayat yang juga dhaif
15., dan 16. Perawi pertama: (JR mengatakan), “Harmalah bin Abdullah al Farhadanidaif”(Mizan al I’tidal 1:472), siapa dia?, tidak disebutkan dalam buku-buku hadis (termasuk Mizanul I’tidal), ada yang namanya Harmalah bin Abdullah, yang ada adalah Harmalah bin Yahya at Tujibi dan inilah orang yang dimaksudkan oleh Imam Muslim dalam shahih  muslim dan dia ini seorang yang tsiqah dan tak ada kata-kata dhaif dalam mizanul I’tidal karya imam adzdzahabi. (Berbohong atas nama Imam Adz-Dzahabi dan juga Harmalah)
17., 18., dan 19. Perawi kedua: Kemudian Abdullah bin Wahhab; dia (JR) katakan, “Imam Ahmad ditanya tentang dia (Abdullah bin Wahhab), apakah ia suka salah dalam mengambil hadis? jawab imam ahmad; benar (Mizan al-Itidal 4:477-485)”, Ternyata kalau kita lihat di Mizanul I’tidal, Imam Ahmad rahimahumullahu ta’ala ketika ditanya, Alaysa kaana yusii’u al akhdz? (bukankan ia pernah salah dalam mengambil hadits), dia (imam Ahmad) mengatakan: “Bala, walakin idza nadzarta fi haditsihi wa ma rawa ‘anhu masyikhuhu wa jadtahu shahihan” (Benar, tapi jika kamu lihat hadisnya dan apa yang diriwayatkan oleh para gurunya kamu akan dapatkan shahih). Hal ini (perbuatan JR) mengingatkan kita dengan orang yang hanya mengatakan “fa wailullil mushallin” lalu ia tidak sambung, bahaya. Atau membaca “La taqrabush shalah”, lalu dia tidak sambung, ini bahaya. Dia mengutip perkataan imam ahmad dan memotong sampai kata “benar”, padahal imam ahmad melanjutkan; tetapi riwayat haditsnya shahih. (Berbohong atas kitab Mizan al-I’tidal, Abdullah bin Wahhab dan juga berbohong atas nama Imam Ahmad)
20. Perawi ketiga: Kemudian ini masih dalam rangkaian hadis. JR mengatakan, “Yunus, ada banyak nama Yunus diantaranya ada yang pendusta, hafalannya jelek, majhul, munkarul hadis”, Inilah persoalannya karena JR hanya mengambil dari kitab Mizanul I’tidal, sehingga Jalal tidak bisa menentukan ini Yunus siapa ini? padahal orang yang baru belajar hadits dan masih tingkat pemula bisa menyimpulkan bahwa dia adalah Yunus bin Yazid al Ayli, salah seorang periwayat dari shahih bukhari dan muslim, beliau ini menurut Imam Dzahabi seorang tsiqah dan hujjah.
21. Perawi keempat: Dan yang paling terkhir, walaupun sebenarnya masih banyak contoh dan inilah yang paling memilukan, ketika ia (JR) mengatakan, “Ibn Syihab, tidak terdapat dalam kitab-kitab rijal. Padahal tadi dia (JR) sudah menyebutkan az-Zuhri, padahal ibn syihab ini tidak lain dari Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdillah bin Syihab az Zuhri dan seandainya mahasiswa kami di stiba, masih tingkat awal ditanya tentang ibnu syihab az zuhri, dia bisa meyebutkan namanya secara lengkap. Ini sungguh sangat disayangkan kalau UIN akan menggolkan doktornya seorang seperti ini. Wallahu a’lam.
*nomor 15 sampai 21 membuktikan kebohongan ucapan Jalal pada nomor 14

21 Kebohongan JR ini dibongkar oleh Ust. H. Muh. Yusran Anshar, Lc., M.A, (Mudir STIBA Makassar) dalam dialog Sunni-Syiah di Gedung Pascasarjana UIN Alauddin pada 24 Februari 2011, pada kesempatan Tanya-Jawab dalam akhir dialog antara Dr. H. Rahmat Abd. Rahman, Lc., M.A, (Wakil Ketua LPPI Perwakilan Indonesia Bagian Timur) dengan Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, (Ketua Dewan Syuro IJABI)
Tanpa ada tendensi apapun, kami katakan beginilah kualitas sosok Ustadz besar Syiah di Indonesia. Menampilkan dirinya seakan-akan ahli hadis. Mengkritik Imam Bukhari, Imam Muslim, dan para perawi serta para ulama Hadis lainnya. Tak disangka, ternyata dia hanyalah pembual. Ulama Ahl Jarh wa at-Ta’dil biasa mengkritik orang yang suka berbohong dan manipulasi hadis dengan sebutan Ad-Dajjal.
(Muh. Istiqamah/lppimakassar.com)

Perbandingan Obama dengan Presiden Negara Syiah

$
0
0

Ket Gambar:
Obama membuka sepatunya ketika ingin masuk Masjid

Nuri al-Maliki justru tetap memakai sepatu di dalam Masjid

Jalaluddin Rakhmat dan 3 Mahasiswi Makassar Korban Mut’ah

$
0
0
Makassar merupakan salah satu pusat penyebaran aliran sesat Syiah yang begitu pesat. Banyak hal yang melatarinya, diantaranya kader-kader mereka yang siang-malam bekerja untuk kesesatan dan juga para tokoh Muslim di daerah ini yang seakan tidur. Membiarkan dan bahkan meridhai. Dan parahnya di antara mereka ada yang “mengamuk” di media massa jika muncul gerakan untuk mewaspadai gerakan Syiah di kota daeng ini.
Selain itu, juga karena Syiah memilik jualan pelaris. Namanya nikah mut’ah. Banyak mahasiswi yang datang dari kampung kuliah di kota Makassar merasa kesepian. Butuh pelindung dan pendamping dengan cara yang “halal” karena pacaran haram. Dan ini mereka dapatkan pada nikah mut’ah.
Melihat fenomena ini, seorang mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) jurusan psikologi tertarik untuk mengadakan penelitian lapangan mengenai perkembangan kawin kontrak di kalangan mahasiswi di kampus-kampus di kota metropolitan ini.
Setelah mendapat data dari berbagai sumber -termasuk informan- ia tuangkan hasil penelitian tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul, “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah.”
Penelitian ini berhasil mewawancarai 3 mahasiswa yang sudah atau sedang menjalani nikah mut’ah. Masing-masing dengan kode AB untuk wanita pertama, BC untuk wanita kedua, dan CD untuk wanita ketiga. Namun berikut ini kami sajikan hasil penelitian dari wanita pertama saja (AB). Yang lain kami tuangkan dalam bentuk scan bagan yang terdapat dalam skripsi.
Kenal Nikah Mut’ah
Wawancara (wwc) No. 104-133
Peneliti: Jadi, kalau pandangan kita’ (anda), MT (Mut’ah) itu tidak bersetubuh ya?
Mahasiswi: Tidaaak, tidak juga. Maksud saya MT itu bukan, tergantung dari kesepakatan kedua pihak juga sih.
Peneliti: Iya, tergantung kesepakatan.
Mahasiswi: Iya, tergantung kesepakatan, tapi untuk, untuk menjaga diri sendiri, lebih bagusnya, eee, jangan dulu lah menuju kesana. Maksudnya, MT itu hanya sebatas, eee, misalnya kita mau diskusi, maksudnya selalu mau, eee, rutin diskusi, diantar jemput, hal-hal yang seperti itu. Tapi bukan maksudnya sampai hal-hal, eee, memiliki efek jangka panjang secara psychology.
Peneliti: Eeee, siapa yang awalnya mengenalkan, eee, MT ini kepada kita’ (anda)?
Mahasiswi: Ustadz XX (sambil tertawa memandangi peneliti dan informan)
Peneliti: Eee, bagaimana bisa awalnya berkenalan dengan ustadz XX?
Mahasiswi: Eee, awalnya itu, melalui perpanjangan tangannya (sambil tertawa) ada muridnya, langsung muridnya di AAA (salah satu universitas di makasar) namanya JP,.... ehm (batuk)... ee dan dia, eee, anak JH (salah satu lembaga intra kampus) juga...
Peneliti: Iya..
Mahasiswi: Terus karena, eee, saya bicara tentang JP dulu nah, cerita awalnya dulu
Peneliti: Iye (iya), mungkin bisa disingkat saja prosesnya.
Mahasiswi: Oh iye, intinya saya diperkenalkan melalui itu, saya ikut TOT (Training Of Trainer), terus, eee, ikut juuga materi-materi yang seperti itu, falsafah nikah.
***
Motivasi Mut’ah
“Hal tersebut juga dilakukan oleh AB (inisial mahasiswi) yang memandang nikah mut’ah sebagai salah satu sunnah Rasulullah SAW.” (Skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” hal 57)
“Ada empat hal yang mendasai AB ingin melakukan mut’ah, yang pertama adalah alasan keyakinan bahwa nikah mut’ah adalah Sunnah Rasulullah SAW yang sangat dianjurkan untuk dijalankan dan hal demikian lebih dipertegas dalam hadis-hadis Syiah yang mengatakan bahwa apabila tidak menjalankannya, maka AB bisa termasuk golongan kafir (wwc. 1. AB, 149-165).” (Skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” hal. 59)
Keluarga Tidak Tahu
Wawancara No. 175-188
Peneliti: Apakah, eee, keluarga ta’ tau’, kalau kita’ MT?
Mahasiswi: Keluarga sayaaaa (menggerak-gerakkan badan), bapak saya tau,..
Peneliti: Heem,.. dan?
Mahasiswi: Tapi Bapak saya tidak tau kalau MT namanya (sambil tertawa)
Peneliti: Ooooo, Bapak tau kalau,....
Mahasiswi: Saya punya hubungan dengan cowo’, tapi dia tidak tau kalau itu MT.
Peneliti: kalau kita’ (anda) punya hubungan?
Mahasiswi: He em..
Peneliti: Tapi dia tidak tau bilang MT ya?
Mahasiswi: iya, ndak tau. MT kesalahan prosedur sebenarnya (tertawa), terlanjur mi jadi mau mi di apa, (sudah terlanjur, jadi mau diapakan lagi)
Wawancara No. 929-934
Mahasiswi: Kalau perasaan saya sekarang sih, masiiiih, ya kali saya pake’, apa namanya, aduh ada kakakku.....
“Tiba-tiba saja, kakak subjek datang dan pembicaraan dihentikan sejenak.”
Peneliti: Ooo, tidak na tau kace kah? (Ooo, kakak tidak tau ya?)
Mahasiswi: Tidak (menundukkan kepala)
***
Ustadz dan Lembaga Dakwah Syiah berubah jadi KUA
Wawancara No. 768-772
Peneliti: Trus, eee, proses untuk MTnya itu yang menjadi wali dan segala macam, siapa?
Mahasiswi: Ustad saya ji yang... (hanya Ustadz saya yang...)
Peneliti: Ustadnya jadi yang...
Mahasiswi: Iya
***
Mahar, Ijab Qabul dan Jenis Perjanjian
“Ketika AB melakukan pernikahan secara mut’ah tidak dihadiri oleh saksi maupun wali. (wwc 2. AB, 262-264; 557-569). Adapun maharnya yaitu berupa cincin dan HP, dimana jenis maharnya ada proses tawar menawar dengan pasangannya (Wwc 2. AB, 281-282; 309-312). Selain itu, ada beberapa jenis perjanjian yang diikrarkan oleh AB dan pasangannya, yaitu terbuka, tidak boleh selingkuh, tidak boleh bohong dan hanya diucapkan secara lisan saja tidak dalam bentuk tertulis (wwc 1. AB, 380-383; 759-765 & wwc 2. AB, 637-639).” (Skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” Hal. 61-62 )
Nikah Mut’ah Berkali-kali
Wawancara No. 761-765
Mahasiswi: Emmm, apa lagi ya, perjanjian saya itu, karena beberapa kali ma (saya sudah nikah mut’ah untuk kesekian kalinya)
Peneliti: itu, eh, itu perjanjiannya itu ditulis dalam secarik kertas atau hanya lisan?
Mahasiswi: Hanya lisan saja
***
Dalam Nikah Mut’ah Halal Bersetubuh dan Berdosa Jika Tidak Melakukannya
Wawancara No. 881-883
Peneliti: Sempat berhubungan?
Mahasiswi: Iya (mengangguk dan memandang ke peniliti)
Peneliti: Ehm,..
***
“Alasan bersetubuh: Sudah budaya di tempat kajiannya, berdosa jika menolak, pasangan halal dan seringnya mereka berdua-duan dan bermesra-mesraan.” (Skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” Hal. 109)
Andil Jalaluddin Rakhmat dalam Penyebaran Nikah Mut’ah
Wawancara No. 988-1015
Mahasiswi: Dan itu, dan itu, itu yang yang menurut saya penting.
Peneliti: He eh
Mahasiswi: Penting, lelaki, lelaki, Eee, kalau boleh dibilang ya harus, eee, baca dulu bukunya Mustafah Chamran, atau kalau Mustafah Chamran yang sangat mencintai perempuan, eee, dan meneladani Ayatullah, Ayatullah, apalagi kalau dia Syiah. Harus dia meneladani Ayatullah, Ayatullah, bukan hanya sekedar di konsep semata, tapi dia memang harus merealisasikan kecintaannya kepada perempuan itu, kata Kang Jalal, bukan karena tapi, walaupun,.. jadi, bagaimana pun perempuan itu, seperti apapun dia, harus kita menerima pasangan kita. Begitu pun saya, kalau misalnya dibilang kekurangan dia, ya mungkin karea kekurangan itu yang mempertemukan kita. Apa saya bilang, kalo misalnya cowok selalu mencari kecocokan, selalu mencari yang lebih baik, eee, wajarlah dalam satu sisi, tapi di sisi lain, ketika kita sudah, ee, misalanya sudah, sudah sama dan kita selalu mencari, apa, apa namanya, kecocokan itu selalu dijadikan alasan kita akan pisah, ketika tidak cocok, itu saya pikir, dia sangat materialis sekali, maksudnya dia sangat ego dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Ya begitu. Jadi maunya, ya harus balance, balance, balan, ce.
Peneliti: Hehehe..
***
Selain itu Harian Fajar Makassar pernah memuat wawancara khusus dengan Jalaluddin Rakhmat pada, 25 Januari 2009. Tentang Nikah Mut’ah Ketua Dewan Syuro IJABI ini mengatakan, “Nikah Mut’ah memang boleh saja dalam pandangan agama karena masih dihalalkan oleh Nabi saw. Dan apa yang dihalalkan oleh Nabi saw, maka itu berlaku sampai kiamat.”
Begitu juga dalam buku Pedoman Dakwah IJABI, “40 Masalah Syiah” yang dieditori oleh Jalaluddin Rakhmat, dikatakan bahwa Nikah Mut’ah halal. Kesimpulan penghalalan Nikah Mut’ah ini ternyata hanya dengan logika konyol. Bahwa Mut’ah pernah dihalalkan di zaman Nabi dan para ulama (?) berselisih tentang pengharamannya setelah itu. Maka Syiah mengambil pendapat yang sudah disepakati (pernah halal) dan meninggalkan yang diperselisihkan(apakah masih halal atau sudah diharamkan).
Padahal dengan tegas, Nabi telah menghapus kehalalan hukum Nikah Mut’ah. Bahkan hadis itu sendiri diriwayatkan oleh Imam Ali radhiyallahu anhu. Karena itu, Imam Muslim dalam Shahihnya membuat satu bab khusus dalam kitab Nikah dengan judul,
بَابُ نِكَاحِ الْمُتْعَةِ، وَبَيَانِ أَنَّهُ أُبِيحَ، ثُمَّ نُسِخَ، ثُمَّ أُبِيحَ، ثُمَّ نُسِخَ، وَاسْتَقَرَّ تَحْرِيمُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Bab Nikah Mut’ah dan penjelasannya bahwa hal itu pernah dihalalkan, kemudian dihapus (kehalalannya). Kemudian dihalalkan lalu diharamkan lagi. Dan hukumnya tetap haram sampai hari kiamat.”

*Untuk gambar lebih besar klik kanan pada gambar, klik "open picture/ image in new tab"

(Muh. Istiqamah/lppimakassar.com)

Keluarga di Kampung Tidak Tahu Kalau Anaknya Mut'ah di Kota

$
0
0
·         Kebanyakan laki-laki dalam nikah mut’ah bertujuan untuk mencari kesenangan seksual dari perempuan. Bukan untuk melahirkan keturunan
·         Nikah Mut’ah semakin marak di Makassar, kebanyakan pelakunya dari kalangan mahasiswa dan mahasiswi
·         Praktik Mut’ah dilaksanakan oleh lembaga dakwah Syiah secara sembunyi-sembunyi. Mustahil dicatat oleh KUA
·         Lulus kuliah mut’ah pun selesai
·         Masa kontrak mut’ah ada yang hanya seminggu
·         Bersetubuh dalam nikah mut’ah tergantung kesepakatan pasangan muda-mudi
·         Virus HIV menyebar di Irak melalui hubungan dengan lawan jenis secara intensif lewat mut’ah, melebihi apa yang biasa dilakukan seorang pelacur
·         Pengaruh hubungan cinta wanita pelaku mut’ah; harus banyak minum pil pahit kecemburuan
·         Dan masih banyak lagi poin penting yang Anda akan dapatkan dalam kata pengantar penulis skripsi “Perempuan Dalam Nikah Mut’ah” berikut ini:
Pernikahan adalah bersatunya seorang perempuan dan laki-laki dalam sebuah ikatan yang diridhai Allah SWT dan di antara keduanya muncul sebuah komitmen untuk menjalani kehidupan yang baru. Pernikahan akan membentuk sebuah keluarga yang akan memberikan perlindungan dan kasih sayang bagi keturunannya, sehingga menghasilkan keturunan yang mengalirkan darah-darah baru di masyarakat, dengan demikian pernikahan bukanlah sekedar pemilihan yang bersifat individu saja, akan tetapi juga merupakan tangung jawab masyarakat (Shalih, 2007).
Adanya fenomena nikah mut’ah yaitu pernikahan yang memiliki jangka waktu tertentu, kini mulai ramai dibicarakan oleh lapisan masyarakat. Hasil penelitian yang dilakukan Wahyuni (Tanpa Tahun) mengungkapkan bahwa permasalahan tentang nikah mut’ah kini dibahas hingga tingkat Departemen Agama RI, sehingga memunculkan Draf Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang disusun oleh Tim Pengarusutamaan Gender bentukan Departemen Agama RI.

Mut’ah dalam agama Islam berasal dari kata tamattu’ yang berarti “bersenang-senang atau menikmati”, sedangkan secara istilah nikah mut’ah berarti seorang laki-laki menikahi seorang perempuan memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu (sementara), pernikahan tersebut akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat tinggal kepada istri (Anonim, 2007).
Apabila diperhatikan dengan seksama definisi nikah mut’ah tersebut, dapat dikatakan bahwa kedudukan perempuan dalam pernikahan hanya merupakan “persewaan” saja. Mut’ah dianggap sebagai jenis “persewaan” karena kebanyakan laki-laki dalam menikah mut’ah bertujuan untuk mencari kesenangan seksual perempuan, bukan untuk melahirkan keturunan, dan sebagai imbalannya diberikan sejumlah uang atau harta tertentu (Murata, 2001). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Pateman (Lehmann, 1990) yang menunjukkan bahwa suami yang menikah mut’ah menjadikan istri sebagai seorang pekerja dan secara ekslusif hanya mengurusi rumah dan keluarga.
Nikah mut’ah banyak dilakukan oleh kaum Syiah, dimana aliran tersebut berpusat di Iran, sedangkan di Indonesia istilah nikah mut’ah yang lebih dikenal dalam istilah kawin kontrak. Hasil temuan lapangan peneliti mengungkapkan bahwa mereka (kaum Syiah) tidak setuju apabila nikah mut’ah disamakan dengan kawin kontrak apalagi prostitusi. Alasan penolakan tersebut karena mereka menganggap bahwa kawin kontrak atau prostitusi lebih dikomersialisasikan oleh para pemburu nafsu yang memiliki uang lebih, sehingga faktor eknonomi lebih utama, sedangkan dalam nikah mut’ah tidak demikian. Mantan Presiden Iran Hafsemi Rafsanjani pada era tahun 1990-an juga pernah mengatakan bahwa nikah mut’ah tidak sama dengan kawin kontrak atau prostitusi karena nikah mut’ah mempunyai legilitas agama (Anonim, 1991).
Penelitian awal yang dilakukan oleh peneliti sesuai dengan pernyataan mantan Presiden Rafsanjani yaitu para pasangan yang melakukan nikah mut’ah berkiblat dari dilegalkannya nikah mut’ah pada zaman Rasulullah SAW. Pasangan tersebut berpikir bahwa sebuah hubungan akan haram apabila tidak menikah, jadi jalan agar dapat terhindar dari perbuatan zina yaitu dengan menikah secara mut’ah. Hal tersebut sesuai dengan wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti pada subjek BC (nama samaran mahasiswi korban mut’ah –red lppimakassar.com) yang mengatakan bahwa dirinya memilih nikah mut’ah karena statusnya dilegalkan, daripada pacaran yang haram.
“...dalam Islam sendiri pun diharamkan pacaran, makanya saya pilih jalur nikah mut’ah dan ini saya anggap legal...”
Walaupun sifatnya kontroversi sejak dahulu antara Sunni dan Syiah, yaitu adanya pertentangan tentang haram tidaknya pernikahan ini, dimana tertuang dalam sebuah hadis (Anonim, 2007) yaitu:
Rasulullah bersabda: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya dahulu saya telah mengizinkan kalian nikah mut’ah dengan wanita. Sekarang Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat, maka barang siapa yang memiliki istri dari mut’ah maka hendaklah diceraikan” (HR. Muslim 1406, Ahmad 3/404).
Namun nikah mut’ah tetaplah sebuah pernikahan dimana terdapat dua individu yang berperan sebagai suami dan istri. Shalih (2007) mengatakan bahwa inti pernikahan adalah ketenangan, bukan nafsu yang tak terkendali, dan bukan pula asmara yang membabi buta. Oleh sebab itu, sebuah pernikahan akan memberikan ketenangan pada individu dan masyarakat secara proporsional, terutama pada perempuan.
Perempuan memiliki karakteristik emosional yang lebih kuat dari laki-laki. Keluarga memberikan ruang dan kesempatan kepada perempuan untuk mengekspresikan diri dan memperkaya kehidupan psikisnya dalam menjalankan fungsi-fungsi diri sebagai perempuan (kartono, 1992). Fungsi-fungsi yang dimaksudkan yaitu sebagai istri dan ibu tradisional, sebagai pendamping setia suami, dan sebagai partner suami dalam mengelola keluarga (Mappiare, 1983).
Kartono (1992) mengemukakan jika dilihat dari sisi naluri, maka aspek yang paling mendorong seseorang perempuan untuk menikah adalah cinta. Hal tersebut senada dengan teori Shihab (2007) yang mengatakan bahwa dalam sebuah pernikahan seharusnya ada rasa cinta yang mendasarinya, namun cinta ternyata dapat muncul setelah adanya pernikahan.
Kamsah dan Nazirah (2006) mengemukakan perbedaan antara cinta sebelum dan setelah pernikahan yaitu cinta sebelum pernikahan hadir akibat interaksi sehari-hari dengan individu yang mempunyai kesamaan dari segi cita rasa, pribadi, minat, dan cara hidup. Adapun cinta setelah pernikahan tumbuh dan berkembang sejalan dengan pengenalan mereka dalam emnjalani rumah tangga dengan cara menumbuhkan cinta melalui ketaatan, kasih sayang, pengorbanan, dan kesungguhan dalam memuliakan pasangan (Kamsah & Nazirah, 2006).
Sadar atau tidak, ternyata keberadaan orang-orang yang melakukan nikah mut’ah di kota Makassar ternyata semakin banyak. Hasil survei yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa bikah mut’ah banyak dilakukan oleh kalangan civitas akademika yang beberapa di antaranya adalah mahasiswa yang tersebuar hampir di seluruh kampus kota Makassar. Peneliti menemukan informasi bahwa orang-orang yang melakukan nikah mut’ah tersebut memiliki komunitas dilakukan secara tersembunyi yaitu hanya sebatas orang-orang yang meyakini ajaran Syiah, tetapi peneliti tidak menggeneralisasikan bahwa semua pengikut Syiah adalah mereka yang melakukan praktik ini.
Salah satu alasan sehingga perempuan ingin melakukan nikah mut’ah yaitu karena mereka merantau dan jauh dari keluarga, sehingga mereka membutuhkan perlindungan dari “muhrimnya” agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Jenis perjanjiannya pun bermacam-macam, dari data yang didapatkan peneliti, bahwa mereka yang melakukan nikah mut’ah ada yang memilih periode selama perempuan tersebut kuliah. Jadi, ketika perempuan tersebut lulus maka masa nikah mut’ahnya pun selesai. Ada pula yang periodenya hanya seminggu yaitu ketika perempuan tersebut keluar kota atau hanya pergi ke kampus lalu mengantarnya pulang.
Jika jenis perjanjian yang dijelaskan di atas hanya sebatas menjaga atau sebagai pelindung, maka seharusnya tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan, tetapi ternyata ada juga jenis perjanjian yang membolehkan bersetubuh, tergantung dari kesepakatan keduanya. Murata (2001) mengemukakan bahwa salah satu hukum mut’ah adalah “menghentikan” senggama (coitus interruptus), yaitu diperbolehkan untuk melakukan coitus interruptus (menarik batang penis saat bersenggama sebelum ejakulasi untuk menghindari masuknya mani ke dalam vagina).
Peneliti sendiri belum memiliki data secara kuantitatif berapa jumlah pasangan nikah mut’ah di Kota Makassar. Beberapa literatur dan berbagai diskusi tentang nikah mut’ah, disimpulkan bahwa mereka yang melakukan nikah mut’ah mustahil untuk mendaftarkan dirinya ke KUA, karena proses pernikahan mereka dilakukan secara tersembunyi dan dari golongan mereka sendiri.
Kajian tentang nikah mut’ah juga dilakukan oleh kalangan ulama. Sebuah diskusi ilmiah yang bertemakan, “Nikah Mut’ah Ditinjau dari Syari’at Islam” telah diselenggarakan pada tanggal 26 April 2010 di gedung Pondok Pesantren IMMIM Putra Makassar bekerjasama dengan PPS UIN Alauddin dan MUI Kota Makassar. Hadir pasa saat itu yaitu Quraish Shihab sebagai narasumber tunggal dari seminar tersebut, cenderung berpihak ke aliran Syiah. Beliau mengatakan bahwa di Iran, selaku pusat aliran Syiah, praktik nikah mut’ah sudah jarang ditemukan (Mahbub, 2010).
Penjelasan dari Quraish Shihab tersebut ternyata berbanding terbalik dari data yang diperoleh peneliti. Anonim (2008), mengungkapkan bahwa Irak merupakan negara dengan jumlah penderita AIDS terbesar kedua dari berbagai negara Eropa dan Arab setelah Iran. Melalui sejumlah penelitian diperoleh kesimpulan bahwa virus HIV di Irak menyebar melalui hubungan dengan lawan jenis secara intensif, melebihi apa yang biasa dilakukan seorang pelacur.
Kaum perempuan yang menjadi pelaku nikah mut’ah inilah yang menurut penelitian, menjadi salah satu sarana perpindahan virus HIV ke manusia lain. Nikah mut’ah di irak dilakukan dalam tempo yang sangat singkat yakni satu kali hubungan badan satu kali hubungan badan lalu berpisah. Sebagian kaum pria dan perempuan terlibat hubungan seksual melalui pernikahan mut’ah beberapa kali, bahkan dalam satu hari (Anonim, 2008)
Apabila ditinjau dampak nikah mut’ah dari segi kesehatan, selain sebagai sumber penyakit AIDS dan penyakit kelamin lainnya seperti sipilis, raja singan, nikah mut’ah juga memiliki  efek pada lingkungan sosisal, hukum dan psikologis. Secara hukum positif Indonesia, kedudukan istri dalam nikah mut’ah tidak diakui/tidak sah, jadi tidak berhak untuk menuntut apapun, termasuk nafkah, harta gono-gini, baik sewaktu masih hidup, maupun setelah meninggal. Selain itu, status anak yang dihasilkan dari pernikahan mut’ah, tidak mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sebagaimana tercantum dalam pasal 42 dan pasal 43 UU pernikahan, pasal 10 KHI. Secara sosial berkaitan dengan psikologi dari perempuan atau anak yang dihasilkan karena jika lingkungan sudah menolak, maka akan memengaruhi psikologi dari mereka, seperti tertutup dengan lingkungan karena perasaan malu pada statusnya (Doozgimbal, 2008).
Berbagai penjelasan sebelumnya membuat masalah ini menarik, khususnya pada keberadaan cinta yang wajar dan alamiah dalam sebuah pernikahan yang umum dilakukan, namun apabila dikaitkan dengan kedudukan cinta pada konteks nikah mut’ah, dapat diduga bahwa cinta seorang perempuan telah digadaikan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti lebih jauh, tentang pemaknaan cinta dari sebuah pernikahan yang dilakukan secara mut’ah oleh perempuan. Apa alasan mendasar dari perempuan sehingga melakukan nikah mut’ah? Apakah perempuan menikah karena “mencintai” materi untuk meraih kekayaan? Ataukah alasan lain yaitu “cinta” akan penyaluran birahi seksual agar disebut halal? Atau apakah perempuan ingin mencari kesempurnaan dalam cinta ke Ilahi?
(lppimakassar.com)

Penganut Syiah Menyembah Batu dan Kuburan

Alhamdulillah, Beberapa Situs Syiah Diblokir Oleh Arab Saudi

$
0
0
Beberapa situs Syiah yang selalu menyebarkan ajaran-ajaran yang sesat serta berita-berita palsu, diblokir oleh pemerintah Saudi Arabia. Hal ini mereka lakukan demi untuk menjaga rakyat Saudi dari keburukan dan tipu daya yang dilancarkan oleh agen-agen Syiah tersebut.

Salah satu situs yang diblokir adalah Kantor Berita Syiah Internasional, ABNA, Ahlul Bait News Agency. Situs ini menyedikan layanan berita dalam berbagai bahasa didunia, termasuk dalam bahasa Indonesia. Sebagian isinya ada yang benar, namun kebanyakannya adalah fitnah dan kesesatan.

Selain itu, Perpustakaan Kitab-kitab Syiah Online, shiaonlinelibrary, termasuk situs yang dilarang di wilayah Kerajaan Penjaga Dua Tanah Suci.

Terakhir yang sempat kami dapati adalah situs Syiah dengan URL islamtimes.org, juga tidak bisa dibuka di wilayah Saudi.

Mungkin masih ada situs-situs Syiah lain yang diblokir oleh Kerajaan Saudi Arabia dan belum kami dapati. Namun jika Anda mencoba membuka 3 situs di atas di wilayah Arab Saudi, keterangannya akan muncul seperti gambar di atas. (Ibnu Ahmad/lppimakassar.com)

Ibnu Abbas, Ahlus Sunnah dan Syiah

$
0
0
Abdullah bin Abbas adalah anak dari Al-Abbas bin Abdul Muththalib bin Qushay Al-Qurasyi  paman Nabi. Ibunya bernama Ummul Fadhl Lubabah binti Al-Harits Al-Hilaliyah. Beliau lahir tiga tahun sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah dan berumur tiga belas tahun ketika Nabi wafat. Dari segi fisik disebutkan, bahwa ia berbadan gemuk, putih, dan tinggi. 
Ia berotak encer, pandai serta fasih berbicara. Banyak dari lawan bicara Ibnu Abbas mengikuti pendapatnya setelah berdialog dengannya. Seorang ulama tabi’in, Masruq bin Al-Ajda’ mengatakan, “Ketika aku melihat Abdullah bin Abbas, aku katakan, ‘Dia adalah orang yang paling tampan.’ Lalu ketika dia berbicara, aku katakan, ‘Dia orang yang paling pandai bicara.’ Dan ketika dia berbicara aku katakan, ‘Dia orang yang paling berilmu.’”
Selain jenius, sepupu sekali Rasulullah ini adalah anak yang rajin, dan gigih dalam menuntut ilmu. Ibnu Abbas menuturkan pengalamannya dalam menuntut ilmu, “Tatkala Rasulullah telah berpulang ke hadirat Allah, aku mengatakan kepada seorang Anshar, ‘Mari kita bertanya kepada para shahabat Rasulullah mumpung sekarang mereka masih banyak.’ Orang Anshar itu pun menukas, ‘Aku heran, apakah engkau menyangka bahwa manusia membutuhkan dirimu?’” Ibnu Abbas tidak menggubris ucapannya. Dia pergi menemui para shahabat dan menanyai mereka. Ibnu Abbas melanjutkan penuturannya, “Suatu hari, aku mengetahui ada hadis dari seseorang. Aku pun mendatangi pintunya. Ternyata orang tersebut sedang tidur siang. Aku pun beralas baju atasku—berupa  selendang—menunggunya di depan pintu. Angin meniupkan debu ke wajahku. Lalu, setelah orang tersebut pun keluar dan melihatku, dia berkata, ‘Wahai sepupu Rasulullah, kebutuhan apa gerangan yang membuat Anda datang kepadaku? Kenapa Anda tidak mengutus seseorang untuk kemudian aku yang akan mendatangi Anda?’ Aku pun mengatakan, ‘Tidak. Aku lebih berhak untuk mendatangimu lalu menanyaimu tentang hadits.’ Orang Anshar tadi pun hidup hingga melihat orang-orang mengelilingiku untuk menanyaiku. Dia pun berkata, ‘Sejak dahulu, pemuda ini lebih pandai dariku.’” 
Selain itu, Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma sangat menghargai dan menghormati para ulama disebabkan ilmu mereka. Seorang ulama tabi’in Asy-Sya’bi mengisahkan, “Zaid bin Tsabit (seorang ulama shahabat) mengendarai unta. Ibnu Abbas pun menuntun untanya. Zaid mengatakan, ‘Jangan lakukan, wahai sepupu Rasulullah.’ Ibnu Abbas pun menyahut, ‘Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan ulama kami.’ Kemudian, Zaid bin Tsabit mencium tangannya dan mengatakan, ‘Seperti inilah kami diperintahkan untuk memperlakukan keluarga Nabi kami.”
Ulama tabi’in lainnya, Abu Wa`il Syaqiq bin Salamah mengatakan, “Ibnu Abbas berkhutbah kepada kami pada musim haji. Beliau membuka khutbahnya dengan Surat Nur, lalu membacanya dan menafsirkannya. Aku pun mengatakan, ‘Aku tidak pernah melihat atau mendengar ucapan seseorang yang semisal ini. Anda Persia, Romawi, dan Turki mendengarnya, niscaya mereka akan masuk Islam.”
Soal tafsir pun Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma adalah ahlinya. Abdullah bin Mas’ud  seorang ulama shahabat, mengakui kepiawaian Ibnu Abbas dengan mengatakan, “Penafsir Al-Quran yang paling baik adalah Ibnu Abbas. Jika dia berumur seperti kita, niscaya tidak ada seorang pun dari kita yang ilmunya mencapai sepersepuluh ilmunya.”
Al-Qasim bin Muhammad mengatakan tentangnya, “Aku tidak melihat di majelis Ibnu Abbas satu kebatilan pun. Aku tidak pernah mendengar fatwa yang lebih cocok dengan sunnah daripada fatwanya. Para muridnya menjuluki beliau Al-Bahr (lautan ilmu) dan Al-Habr (tinta).” Demikianlah, Ibnu Abbas dijuluki Habrul Ummah.
Siapa tak kenal Umar bin Al-Khaththab, Sang Khalifah kedua setelah Abu Bakr? Ternyata, shahabat sekelas Umar pun mengakui keilmuan Ibnu Abbas yang waktu itu masih muda. Tercatat oleh Al-Bukhari di dalam kitab “Shahih” bahwa suatu saat Umar memasukkan Ibnu Abbas muda ke dalam majelisnya bersama para tokoh Islam. Pada waktu itu, para tokoh Badr yang telah matang dalam usia sangsi akan kemampuan Ibnu Abbas. Mereka pun bertanya kepada Umar, “Kenapa Anda memasukkan pemuda ini ke tengah majelis kita padahal kami juga punya anak seperti dia?”
Umar pun menjawab, Kalian telah mengetahui tentangnya—kepandaiannya. Suatu saat, Umar memanggil Ibnu Abbas ke tengah majelis untuk memperlihatkan kepandaiannya. Umar menanyakan kepada mereka, “Apa yang kalian ketahui tentang firman Allah ta’ala (yang artinya), Idza ja’a nashrullahi wal fath. Jika telah datang pertolongan Allah dan penaklukan. [Q.S. Al-Nashr:1-3]?”
Sebagian tokoh Badr tersebut pun menjawab, “Allah memerintahkan kita untuk beristighfar setelah Allah menolong dan memudahkan kita untuk menaklukkan kota Mekah.” Sedang sebagian lainnya memilih diam. Sekarang giliran Ibnu Abbas, “Demikiankah?” kata Umar kepada Ibnu Abbas. Ibnu Abbas mengatakan, “Tidak.” “Lantas, apa menurutmu?” tanya Umar. Ibnu Abbas mengatakan, “Itu adalah wafatnya Rasulullah, Allah memberitahukannya kepada beliau. ‘Jika datang kepadamu pertolongan dan penaklukan.’ [Q.S. Al-Nashr:1] itu adalah tanda dari dekatnya wafat Nabi. Maka bertasbihlah dengan pujian kepada Rabbmu dan mintalah ampun. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun.’ [Q.S. An-Nashr:3]. Umar pun berkata, “Aku tidak mengetahuinya kecuali seperti apa yang engkau katakan.”
Demikianlah ketajaman dan ketelitian Ibnu Abbas dalam memahami wahyu. Dia mengetahui bahwa perintah istighfar tidak biasa digunakan ketika terjadi kemenangan dan penaklukan. Dia mengetahui bahwa perintah istighfar dan taubat biasanya digunakan untuk mengakhiri sesuatu, maka dia pun menafsirkan pertolongan dan penaklukan dalam ayat tersebut sebagai tanda akan diwafatkannya beliau (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, I’lamul Muwaqqi’in).
Bahkan istilah “Ahlussunnah wal Jama’ah” tidak bisa dilepaskan dengan diri Ibnu Abbas. Ketika ia menafsirkan Surah Ali Imran ayat ke-106.
يَوْمَتَبْيَضُّوُجُوهٌوَتَسْوَدُّوُجُوهٌفَأَمَّاالَّذِينَاسْوَدَّتْوُجُوهُهُمْأَكَفَرْتُمْبَعْدَإِيمَانِكُمْفَذُوقُواالْعَذَابَبِمَاكُنْتُمْتَكْفُرُونَ(١٠٦)
Ibnu Abbas menafsirkan, Pada hari muka mereka menjadi putih yaitu Ahlussunnah wal Jamaah dan muka-muka menjadi hitam yaitu ahlul bid’ah.
Penafsiran Ibnu Abbas di atas tetap mengacu pada keterangan-keterangan Baginda Nabi Muhammad, terutama pada hadis yang membahas atas terpecahnya umat Islam menjadi 73 golongan dan 72 golongan akan masuk neraka, hanya satu yang dijamin masuk surga yaitu “Al-Jamaah” (HR. Ibnu Majah). Siapakah mereka? Terjawab pada hadis lain, bahwa Al-Jamaah adalah ‘siapa saja yang berpegang dengan ajaranku dan para sahabatku’ (HR. Hakim).
Dengan keterangan ini sangat jelas bahwa golongan yang tidak menganggap para sahabat Nabi adalah bagian daripada agama ini, atau bahkan melakukan diskualifikasi dengan mencela, bahkan melaknat mereka terutama Umar dan Abu Bakar radhiallahu ‘anhuma sambil melakukan pelecehan terhadap istri Nabi, terutama Aisyah dan Hafshahradhiallahu anhuma sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok sesat yang kesesatannya 100% la raiba fihi, yaitu Syiah Rafidhoh yang sedang bercokol dan berkembang di Indonesia.
Kembali ke Ibnu Abbas. Tidak hanya tafsir, beliau juga pandai dalam banyak perkara. Murid Ibnu Abbas, Atha` bin Abi Rabah mengatakan, “Banyak orang mendatangi Ibnu Abbas untuk mempelajari syair dan nasab-nasab. Orang yang lain mendatangi Ibnu Abbas untuk mempelajari sejarah hari-hari peperangan. Dan kelompok lainnya mendatangi Ibnu Abbas untuk mempelajari ilmu agama dan fikih. Tidak ada satu golongan pun dari mereka kecuali mendapatkan apa yang mereka mau.”
Berbagai keutamaan yang Ibnu Abbas raih ini sejatinya tidak lepas dari doa mustajab yang dipanjatkan oleh Rasulullah. Saat itu, beliau selesai buang hajat. Ibnu Abbas kecil memahami kebiasaan Rasulullah  yang berwudhu setiap kali habis dari buang hajat. Dia pun meletakkan air wudhu di tempat keluarnya Nabi. Lantas, ketika Nabi melihat air wudhu yang sudah dipersiapkan, Rasulullah pun bertanya, “Siapa yang meletakkan ini?” Ibnu Abbas menjawab, “Ibnu Abbas.” Maka Rasulullah  pun meletakkan telapak tangannya yang mulia di bahu Ibnu Abbas kecil seraya berdoa: اللَّهُمَّفَقِّهْهُفِىالدِّينِوَعَلِّمْهُالتَّأْوِيلَ “Ya Allah, berilah dia pemahaman dalam masalah agama dan ajarkanlah kepadanya tafsir.”(H.R. Al-Bukhari, Muslim). Dari doa inilah kemuliaan demi kemuliaan kemudian dia peroleh. Namun, tentu saja kemuliaan ini bukan turun dari langit begitu saja. Allah memberi taufik kepada Ibnu Abbas untuk menuntut dan mencari kemuliaan tersebut dengan sepenuh tenaga yang Allah karuniakan kepadanya, bukan hanya dengan berpangku tangan.

Ibnu Abbas meninggal di Tha`if pada tahun 68 H pada pemerintahan Ibnu Zubair. Waktu itu, umur beliau sekitar 70 tahun. Di antara yang menshalati jenazahnya adalah seorang ulama tabi’in, Muhammad bin Ali bin Abu Thalib yang dikenal dengan Ibnul Hanafiyah (w. 80 H), berujar, “Telah meninggal seorang ulama rabbani bagi umat ini.”
Oleh: Ilham Kadir, MA, Peneliti LPPI Makassar 

Memburu Aliran Sesat Syiah

$
0
0
Ada permintaan untuk mengisi acara dialog Sunni-Syiah, ujar salah seorang staf LPPI via hand phone. Saya jawab, "Kenapa mesti saya, masih banyak yang lain memiliki kemampuan menguliti Syiah dibanding saya." Begini, Ustad Said keluar kota, tidak ada yang bisa ganti, hanya Antum yang dipandang mampu!" Jawabnya. Tidak hanya itu, saya sudah vakum di LPPI selama tahun 2014, dan total tidak pernah berkantor lagi.
Saya lalu pertanyakan, acara ini apa tujuan, siapa inisiatornya, dan di mana tempatnya? Sesuai informasi yang masuk, ini adalah permintaan dari Laskar Pemburu Aliran Sesat (LPAS) yang diundang oleh salah seorang penganut Syiah di Limbung, untuk melakukan dialog dan debat. Soalnya, penganut Syiah bernama Syarifuddin Dg Tojeng itu sering mengeluarkan pernyataan-pernyataan meresahkan sambil melakukan gerakan-gerakan dipandang aneh dalam salat, yang menyerupai para penganut Syiah. Ketika ditanya, kenapa salatnya demikian? Apakah Anda Syiah? Dia jawab, Saya bukan Syiah tapi Islam Liberal yang moderat. Lalu mengundang dan menantang agar diadakan debat antar dia dengan  orang-orang yang mempermasalahkan ibadah dan pemahamannya.
Saya pun menyetujui, dengan beberapa catatan: Debat tidak bermaksud mememaksa pelakunya untuk ikut aliran Ahlussunnah, alasannya sederhana saja, seandainya itu bisa, niscaya Syiah telah punah oleh dakwah para ulama muktabar zaman dahulu, karena itu hampir mustahil menyadarkan penganut Syiah tulen masuk ke Sunni; Dialog hendaklah disaksikan oleh masyarakat setempat dan orang ramai, tujuannya agar mereka tau tentang perbedaan-perbedaan mendasar antara Ahlussunnah dan Syiah, karena salah satu propaganda mereka adalah, Ahlussunnah dan Syiah hanya memiliki pebedaan pada tataran furu' bukan usul atau ranting bukan akar; Debat bertujuan memasyarakatkan dialog dalam menghadapi masalah, mengajari orang banyak untuk selalu menuntaskan masalah dengan kepala dingin; Sebagai pelajaran bagi penganut Syiah agar jangan seenaknya menyebarkan pemahaman sesatnya, lalu menyesatkan umat; Tetap berpedoman pada Fatwa MUI Pusat bahwa Syiah memiliki perbedaan mendasar dengan Ahlussunnah dan wajib diwaspadai penyebarannya, karena mayoritas umat Islam Indonesia adalah pengikut Ahlussunnah dan Edaran Depag tentang kedudukan Syiah yang sesat dan menyesatkan; dan paling penting, harus melibatkan pemerintah dan aparat setempat, minimal mereka tau akan acara dialog tersebut.
Tepat bakda Asar 10/5/'14 saya pun dijemput oleh Rombongan Laskar Pemburu Aliran Sesat, sekitar 10 motor, dan prediksi saya ini sudah cukup banyak pengiring, ditambah lagi muka-muka mereka rada-rada sangar, dengan jenggut, dan cambang tebal, plus bodi yang besar-besar. Saya pun bertanya pada si pembonceng, siapa-siapa saja yang ikut? Teman-teman dari laskar Ustad, jawabnya. Siapa-siapa saja yang gabung dalam Laskar? Ini gabungan dari seluruh elemen pemuda Islam lintas organisasi, dengan seleksi yang cukup ketat, setiap anggota minimal harus hafal satu juz Al-Qur'an dan harus selalu hadir dalam kajian mingguan, ini semua demi mempererat ukhuwah dan meningkatkan kualitas anggota plus agar selalu menyamakan manhaj dan persepsi, kegagalan sebuah organisasi adalah jika ketuanya tidak lagi didengar oleh para bawahannya, Laskar tidak begitu, selalu tunduk dan taat pada Panglima selama masih dalam kebenaran, jawabnya sambil tancap gas motor. Tak terasa rombongan telah sampai di daerah Pallangga Gowa, ternyata di sana telah menunggu Panglima Laskar dan para pasukannya, taksir saya sekitar 70 pasukan dan 40 unit motor. Karena banyaknya, sehingga polisi acuh tak acuh pada salah seorang Laskar yang tidak pakai helm, sempat saya tegur, kenapa tak pakai helm, Ini motor sudah mati surat-suratnya Ustad, jawabnya enteng. Dalam hati, Berarti kesalahan Anda dua kali, tidak pakai helm dan tanpa surat-surat.
Saya lalu disapa dan disalami oleh Panglima Laskar dan para prajuritnya, salah seorang berambut agak panjang sedikit duran-duran dengan muka yang bersih, bereok tanpa kumis menghampiri, Lambang apa itu Ustad? Sambil menunjuk jas yang membungkus badan saya. Ini lambang KPPSI, jawab saya singkat. Ustad, pengurus KPPSI di mana? Tanyanya lagi. Saya pengurus KPPSI Pusat, unsur sekertaris, terang saya. Kebetulan saya juga anggota Jundullah di Bulukumba dulu Ustad, cuma sekarang menetap di Makassar.
Jundullah adalah organisasi kepemudaan milik KPPSI yang dianggap ekstrim lalu diblacklist oleh pemerintah dan antiterorisme versi Barat. Padahal, menurut Drs. H. A. Patabai Pabokori, yang dulu menjabat sebagai Bupati Bulukumba, terasa sekali kiprah Jundullah di Bulukumba dalam membantu pemerintah mereduksi kemunkaran dan menumpas maksiat, mereka adalah patner sejati dalam mewujudkan pemerintahan yang aman lagi damai. Demikian pernyataan Mantan Kadis Pendidikan dan Ketua Lajnah Tanfisdiyah KPPSI saat ini.
Namun karena dianggap ekstrim, maka, pada Kongres ke-4 Umat Islam, KPPSI di Pangkep nama Jundullah diganti dengan Pemuda Penegak Syariat. Sempat pula Pak Patabai pada Kongres ke-5 Sudiang 2014, mengusulkan agar nama Pemuda KPPSI dikembalikan ke Jundullah.
Saya juga pengurus Pemuda KPPSI, kebetulan ditunjuk menjadi Wakil Ketua, jawab saya pada salah satu Laskar Jundullah itu. Sebenarnya saya sendiri tidak begitu mampu menjadi Wakil Ketua, lebih suka menjadi Sekertaris. Lebih tepatnya, sebagai konseptor. Karena selama ini, konsep-konsep perjuangan Pemuda KPPSI tidak sedikit yang saya goalkan. Termasuk menumpas pelaku maksiat dan kemungkaran; melakukan pembinaan pada mereka yang diidentifikasi sebagai pengidap aliran sesat, seperti Syiah, Ahmadiyah, dan Inkarussunnah; melakukan regenerasi pemuda penegak syariat dari kalangan mahasiswa, cendekiawan dan akademisi; melakukan road show ke lembaga-lembaga pendidikan tentang pentingnya penegakan syariat Islam, dan sejenisnya.
Karena itulah hingga saat ini saya ditunjuk menjadi Juru Bicara Pemuda KPPSI.
Usai bincang-bincang dengan beberapa anggota Laskar, rombongan pun menuju ke Limbung, singgah di Masjid Besar Limbung, Gowa. Lama-kelamaan, Laskar kian banyak, halaman Masjid Besar begitu luas tak mampu menampung motor para Laskar yang terparkir rapi, pasukan kian bertambah, begitu azan Magrib hendak berkumandan, pasukan kian membludak. Panglima menghampiri, Ustad, kita saja masuk ke dalam, karena teman-teman terlalu banyak, kalau mereka tau, pasti ketakutan duluan!
Saya pun masuk ke BTN Bumi Lestari Bajeng, menelusuri Jln. Pramuka, hingga sampai di Masjid Al-Munawwarah, di masjid inilah dialog akan diadakan, rumah penganut Syiah itu tepat sekali berada di samping masjid.
Kami salat Magrib berjamaah, bakda salat, para pengurus masjid bincang-bincang, sambil mencari Dg. Tojeng, karena beliau tidak hadir waktu salat Magrib, padahal menurut info, beliau sendiri yang memilih waktu. Karena itu, salah seorang Laskar menghampiri saya, Mungkin acaranya batal Ustad, karena yang bersangkutan tidak ada, ditelpon tak masuk, istrinya juga begitu, tapi kita tunggu saja sampai Isya, katanya. Namun tak lama kemudian, Dg. Tojeng datang bersama istrinya, ia kaget, kenapa banyak orang menunggu dirinya.
Pengurus masjid menghampiri, dan, Ini kan permintaan Dg. Tojeng agar kami adakan dialog, katanya. Iya, tapi bukan sebanyak ini, saya maunya cuma terbatas pada penduduk perumahan, bukan orang luar seperti ini, terang Dg. Tojeng dengan nada tinggi. Kenapa Bapak tidak bilang begitu, makanya kalau bicara itu yang jelas, yang penting kan Bapak menantang siapa saja yang ingin berdialog! Tegas pengurus masjid.
Dg Tojeng masuk dalam rumah. Azan Isya berkumandang, bakda salat, saya, Ustad  Farid Nur, Ustad H. Johasan Naro, M.Ag., sebagai Ketua Forum Ummat Islam (FUI) Gowa, satu perwakilan dari Laskar, dan Ustad H. Samsan, Imam Kelurahan Bajeng bertamu ke rumah Dg. Tojeng, dengan semangat tuan rumah berbicara berapi-api, "Saya ini bukan Syiah bukan Sunni, saya Islam, guru saya juga katakan seperti itu, Prof. Quraish Shihab, dia ini guru besar dalam tafsir, dan telah menulis banyak buku dan karya besar tafsir, kenapa kita semua ini yang masih rendah pemahaman agamanya mau-maunya menyalahkan orang lain, atau memusuhinya hanya karena mereka Syiah, padahal perbedaan Sunni dengan Syiah itu hanya masalah furu' atau cabang, bukan ushul atau pokok, jadi tidak usah diperdebatkan!"
Mendengar beliau bertaklim, saya justru memutar-mutar pandangan menyaksikan foto-foto yang tergantung di dinding rumahnya, nampaknya ada foto imam 12, termasuk foto Imam Ali, dan satu lagi, mungkin itu foto Husain ra.
Ustad Farid langsung to the point, Bapak ini penganut Syiah, buktinya gambar-gambar ini berbicara. Oh, tidak, saya pasang foto-foto itu karena sayang pada keluarga Rasulullah. Jawab Dg. Tojeng.
Ustad Farid dan para jamaah masjid Al-Munawwarah sebenarnya sudah lama curiga pada Dg. Tojeng, karena kerap sekali melontarkan pernyataan, Kenapa Syiah dipermasalahkan, justru Syiah adalah aliran yang paling benar dalam Islam.
Setelah tuan rumah bosan dan mungkin capek bicara, Ketua FUI angkat bicara, Bapak tau kenapa begitu banyak yang datang? Ini menandakan bahwa kedudukan Bapak sangat meresahkan masyarakat, dan isu ini sangat sensitif, saya harap Bapak jangan sembarang melontarkan pernyataan yang meresahkan umat.
Saya lalu bertanya, Bapak tadi katakan, Sunni dan Syiah perbedaannya hanya furu' atau ranting, benar kan? Iya, jawab Dg Tojeng. Saya lalu bertanya, Apakah rukun Islam dan Iman Syiah sama dengan Sunni? Oh, kalau itu sih, beda! Jawabnya enteng.
Saya tegaskan, Nah, itu dia kesalahan Bapak. Hentikan itu pernyataan, jangan sampai orang awam dengar, Awas kalau diulangi lagi. Syiah dan Sunni berbeda pada pokok dan akarnya, telah difatwakan oleh MUI Pusat agar diwaspadai, Edaran Depag dan MUI Jatim sebagai aliran sesat dan menyesatkan. Kalau konsumsi pribadi, bukan masalah, itu urusan Bapak! Tapi kalau dipasarkan, Bapak akan mendapat masalah besar.
Dg. Tojeng lalu mengangguk, berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, kami pun pamit. Para penghuni BTN Bumi Lestari Bajeng keluar rumah masing-masing, menyaksikan lautan Laskar di sekitar Masjid, saya sendiri kaget melihat begitu banyak pasukan. Panglima menghampiri saya, bersalaman, lalu berterima kasih karena sudi memenuhi undangannya, Ini sebagai shock therapy Ustad, agar para penganut Syiah berpikir seribu kali untuk menyesatkan umat.
Motor berderu, meninggalkan Masjid, pasukan Laskar Pemburu Aliran Sesat berkompoi, bergerak menuju satu arah. Memburu aliran sesat, mengalahkan Laskar Pelangi yang memburu mimpi dengan berlayar dari Belitong  menuju Sorbone. Allahu Akbar!

(Ilham Kadir/lppimakassar.com)

Sekolah Kader PP. Muhammadiyah selenggarakan Bedah Buku MUI Pusat Tentang Kesesatan Syiah

$
0
0
http://bidangkdi.files.wordpress.com/2014/05/pamflet-bedah-buku-baru-1.jpgMadrasah Mu’allimin pada jumat pekan ini (30/5/14) akan menyelenggarakan “Kajian Pelajar Jogja” dengan jenis kegiatan Bedah Buku MUI Pusat tentang Kesesatan Syiah.
Sekolah Kader Muhammadiyah yang didirikan tahun 1918 dan digodok langsung oleh KH. Ahmad Dahlan rahimahullah ini akan menghadirkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, al-Ustadz Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, Lc., MA., sebagai salah satu pembedah Buku Pedoman MUI, Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah di Indonesia.
Prof. Yunahar Ilyas, disamping kapasitasnya sebagai Ketua MUI Pusat, beliau juga Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Kegiatan ini gratis tidak dipungut biaya, namun peserta terbatas, hanya 200 orang. Silakan mendaftar segera pada contact person ini; 0857 0125 7007 atau 0856 4160 8498. Bertempat di Aula Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Jl. S. Parman No. 68 Wirobrajan.
Selain Ketua MUI Pusat, kegiatan yang diselenggarakan IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) ini akan menghadirkan Ketua Umum Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Prov. DIY, Ust. H. Ridwan Hamidi, Lc., M.Hi., yang juga sebagai Guru Mata Pelajaran Ushul Fiqh di sekolah ini.

Kegiatan ini mengambil tema, “Membentengi Aqidah Pelajar Islam dari Penyimpangan Aqidah Syi’ah”
Info lebih lanjut lihat pada gambar poster atau hubungi 0856 4160 8498. (ia)
Sumber: Wordpress Bidang Kajian Dakwah Islam IPM Mu'allimin Jogja, http://bidangkdi.wordpress.com/

Berani Unjuk Gigi, Husainiyah Tempat Ritual Aliran Sesat Syiah di Bandung

$
0
0





Tampak dalam dua gambar di atas sebuah kantor milik organisasi aliran sesat Syiah, Ahlul Bait Indonesia (ABI) Bandung. 

Depan ruko Tertempel spanduk keterangan kegiatan;

 "Pengobatan Gratis" dalam rangka memperingati Isra' Mi'raj di HUSAINIYAH AZZAHRA Jl. Gegerkalong Girang No. 90 (mi)


Ketika Orang Syiah "Sok Keren" Dalam Menafsirkan Al-Qur'an

$
0
0
http://www.hizb.org.uk/wp-content/uploads/2010/09/tafsir.jpgBerawal dari sebuah artikel yang kami ambil dari gensyiah.com dengan judul, "Materi Buku SD: Mengingkari Wilayah (Kepemimpinan Syiah) Adalah Kekafiran", seorang Syiah yang mengaku bernama Tasripin Adiwijaya memberikan komentar berikut ini,

“ Itulah (karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal shaleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan (Seharusnya-KELUARGAKU-)". Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS [42]:[23])

Note : al Qurba = adalah kalimat definitive/ma’rifah/jelas karena ada al—terkait kepada Rosulullah, dan QURBA = adalah isim muthaadhi = superlative, atau sangat-sangat dekat sekali. Berarti Keluarganya yang paling dekat sekali, maka dijelaskan dalam hadist lainnya adalah : Fatimah, Ali, Hasan dan Husein.

Disini akan diurai dengan 2 (Dua) cara, yaitu :

I. Sesuai harapan Tuhannya dan Rosul-Nya, yaitu :

A. Bilangan [42], bilangan ini bila dijumlahkan [42]=4+2=6, ini dapat diuraikan sebagai berikut, perhatikan segitiga putih diatas (al Haq), yaitu :
1. Jumlah Washi (Ulil Amri Minkum – UAM) yang nama awalnya Muhammad, ada 4.
2. Jumlah UAM yang nama awalnya Ali, ada 4.
3. Jumlah UAM yang nama awalnya Hasan, ada 2.
4. Jumlah UAM yang nama awalnya Husein, ada 1.
5. Jumlah UAM yang nama awalnya Ja’far Shodik, ada 1.
6. Jumlah UAM yang nama awalnya Musa al Kazim, ada 1,
akan menghasilkan 13 Ulil Amri Minkum ketika Rosul masih hidup plus penggantinya Jumlahnya 12. Washi (UAM)

2. Bilangan [23], bilangan ini bila dijumlah akan menghasilkan bilangan 5, yaitu :
2.1 Muhammad Saw.
2.2 Fatimah Az Zahra as.
2.3 Ali bin Abi Thalib, al Murtadho, as.
2.4 Hasan, al Mujtaba as.
2.5 Husein as Syuhada as.

3. Bilangan [42][23], bilangan ini bila dijumlah akan menghasilkan,
4223=4+2+2+3=11, jumlah UAM pasca Imam Ali as terbunuh., dan dijumlahkan lagi, maka :

11=1 + 1= 2, ini adalah yang dimaksud :
1. Muhammad Saw,
2. Khadijah, Istri Pertama Rosul, yang telah melahirkan Sayidah Fatimah Az Zahra, dimana sepulangnya Mi’raj dan sebelumnya Allah SWT, menyilahkan kekasih-Nya mencicipi buah Apple di Kebun Yang Suci, yang dirinya telah diijinkanNya untuk menyinggahinya dan setelah bertemu kembali dengan istrinya, tidak lama kemudian istrinya yang tercinta Hamil dan melahirkan Sayidah Fatimah Az Zahra sebagai sumber Genetic Suci yang adalah merupakan Program Allah SWT, untuk Pengawalan RisalahNya sampai Yaumil Kiamah.

Menjawab komentar ini, kami nukilkan jawaban singkat dari Ust. Khairullah, pengurus Koepas, 

Pengkhususan al-Qurba pada ayat dengan Fathimah, Ali dan anak mereka radhiyallahu anhum sangat tidak mungkin. Karena ayat ini Makkiyyah, dan Ali menikahi Fathimah di Madinah. Nikah aja belum, apalgi punya anak.

dan Cukuplah pakar Ulama Tafsir yang memberikan tafsiran atas ayat ini,

Al-Imam Ibnu Katsir berkata,

"Katakanlah wahai Muhammad kepada orang-orang musyrikin dari kalangan kafir Quraisy: aku tidak meminta atas penyampaian dan nasehat ini kepada kalian berupa harta yang kalian berikan kepadaku, tapi sesungguhnya aku memohon kepada kalian supaya menghentikan gangguan kalian terhadapku dan biarkanlah aku menyampaikan risalah Tuhanku, jika kalian tidak menolongku maka jangan menggangguku, karena antara aku dan kalian memiliki hubungan kekerabatan" -selesai-

Berikut ini jawaban dari Ust. Agus Hasan Bashori, Lc., M.Ag,


Tafsir Syiah tadi:

1. Bertentangan dengan Al-Qur'an
2. Bertentangan dengan Ijma'
3. Bertentangan dengan bahasa arab
4. Tafsir Zaighin, ikut mutasyabihat, meninggalkan yang muhkam

1. Bertentangan dengan firman Allah QS. Al-Syu'ara: 109, "Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku tidaklain hanyalah dari Tuhanku"
Maka sangat aneh kalau ada orang yang membayangkan Rasulullah minta upah atas dakwahnya setelah adanya ayat ini.

2. Bertentangan denga Ahlul Bait
Ibnu Abbas adalah Ahlul Bait terbesar dan paling alim dalam tafsir, mengatakan, "Yang dimaksud dengan Qurba dalam ayat 23 al-Syuro bukanlah kerabat Rasulullah akan tetapi apa yang ada diantara Nabi dan kaumnya dari qarabah nasabiyyah. Jadi maksudnya: aku tidak meminta upah atas apa yang aku bawa, akan tetapi aku meminta kepada kalian agar kalian mencintaiku karena kekerabatanku dengan kalian, agar kalian menjagaku karena kalian adalah kaumku dan orang yang paling berhak untuk mentaati aku dan menjawab dakwahku."

3. Tafsir ini yang benar, didukung oleh Ikrimah, Mujahid, Qatadah, Sya'bi, dll.

4. Lima Nabi sebelum Rasulullah Saw; Nuh, Hud, Shalih, Luth dan Syuaib telah melontarkan hal yang sama, yaitu, "Aku tidak meminta upah kepada kalian atas dakwahku ini, upahku hanya ada di sisi Allah."
Bagaimana mungkin mereka murni ikhlas tanpa minta upah apapun bentuknya sementara Nabi yang paling agung malah minta upah?

5. Seandainya yang dimaksud adalah minta upah berupa kecintaan kepada keluarga Nabi saw, niscaya firman Allah akan berbunyi al-mawaddatu fi dzil qurba bukan al-mawaddatu fil qurba sebagaimana firman-firman Allah yang lain menggunakan wa lidzil qurba QS. Al-ANfal: 41, Al-Hasyar: 7, Dzil Qurba QS. Ar-Ruum: 38, Dzawil Qurba QS. Al-Baqarah: 177, semua wasiat tentang ahlul bait nabi atau seseorang disebut dzawil qurba bukan dzul qurba.

6. Al-Qurba berbentuk ism makrifat, maka hal itu haruslah sudah dikenal oleh para mukhathab (orang yang diajak bicara waktu itu), sementara ketika ayat 23 Al-Syuro itu turun belum ada Hasan dan Husein, dan Ali belum menikah dengan Fathimah, maka penafsiran Al-Qurba dengan Ali, Fathimah, Hasan dan Husein adalah mustahil, berbeda dengan kekerabatan yang ada di antara beliau dan mereka.

7. Syeikh al-Mufid - ulama besar Syiah- juga berkata membenarkan tafsir yang shahih di atas, dengan menagatakan, "Tidak sah ucapan bahwa Allah menjadikan upah Nabi Nya berupa kecintaan kepada Ahlul Baitnya." Sungguh salah besar orang yang mengatakan Nabi minta upah berupa cinta Ahlul Bait. Ingat ayat yang Muhkam ditempat lain adalah: Hai Kaumku aku tiada meminta harta benda kepada kamu sebagai upah atas dakwahku, upah hanyalah dari Allah QS. Hud: 29, juga ayat 51.

8. Adapun bilangan 42:23 ditafsiri seperti model Syiah diatas maka itu bukan hujjah, hanya cocok-cocokkan, bisa saja orang yang menafsiri lain yang berbeda, misal: 4 adalah Khulafa Rasyidin, 2 adalah Syahadat, 4+2 = 6 adalah rukun iman, sedang 23 jika ditambah sama dengan 5 itu rukun Islam. 4, 2, 2, 3, jika dijumlah sama dengan 11, sebelas adalah istri Nabi dst....
maka apa bedanya antara ini dan itu? maka model begini bukan hujjah. Semoga meyakinkan ahlus sunnah bahwa Syiah orang yang sesat karena meninggalkan yang muhkam dan berpegangan dengan yang mutasyabihat karena mencari fitnah dan takwil.

Oleh: Agus Hasan Bashori, 28 Rajab 1435 H, Kartosuro, Jawa Tengah. 

(ia/lppimakassar.com)

Siapa Teman Dekat Barisan Pendukung Capres?

$
0
0
Aa Gym, ustadz Muhammad Arifin Ilham, K.H. Maimun Zubair tokoh ulama kharismatik, mereka diantara yang dengan tegas mendukung Prabowo. Mereka melihat, bangsa Indonesia sekarang ini berada di persimpangan perjalanan sejarahnya. Mereka percaya Prabowo bisa membawa Indonesia Bangkit!
 
Sebaliknya, tokoh-tokoh seperti Musdah Mulia, tokoh feminisme pendukung LGBT (lesbian, gay, bisexual, dan transgender); Jalaludin Rahmat, tokoh utama Syi'ah di Indonesia; Zuhairi Misrawi, tokoh JIL (Jaringan Islam Liberal); mereka diantara penyokong dan pendukung utama Jokowi.
 
Selain melihat rekam jejak Capres, kita juga bisa menilai dan menetukan pilihan siapa yang layak kita pilih dengan melihat juga siapa-siapa barisan pendukung masing-masing capres.
 
Kalau anda masih punya kegamangan dan keraguan dengan figur Capres, maka mantapkan dengan melihat siapa yang mendukung mereka. 


Ulama Syiah: "Ibnu Katsir, Imam Adz-Dzahabi dan Shalahuddin al-Ayyubi adalah Musuh Kami"

$
0
0

Ulama Syiah, Dr. Najah Ath-Tha'i berkata,

".. Bahwasanya kebanyakan manusia menampakkan sikap an-nashb dan berlepas diri dari para Imam Syiah alaihis salam karena takut dari pemerintah zalim. Jika bukan karena itu maka sebenarnya mereka bukan nawashib"

"Di antara Nawashib; Muhammad bin Abdul Wahhab, Ibnu Taimiyah al-Harrani, Ibnul Jauzi, Ibnu Katsir, Adz-Dzahabi, Mu'awiyah, Ibnul 'Aash, al-Mughirah, Marwan, Ziyad, Hajja, al-Mutawakkil, Shalahuddin al-Ayyubi dan Saddam..."

Berikut ini scan kitabnya:

(ia/lppimakassar)

Sekitar 12.000 Mahasiswa Syiah Indonesia dikader di Iran

$
0
0

Dalam catatan Ustadz Ilham Kadir, MA, tentang Muktamar MIUIMI I yang digelar di Markas AQL Center Tebet Jakarta (12/6/14), beliau menulis kembali pernyataan Ust Farid Ahmad Okbah di arena Muktamar,
"Farid Ahmad Okbah, tampil berbicara tentang bahaya Syiah sebagai spesifikasi kajiannya. Memulai pembicaraan dengan menuturkan beberapa tipologi ulama dan intelektual. Ulama yang penguasa, mereka para khulafa rasyidin yang penguasa sekaligus ulama; setelah itu penguasa yang mengikuti ulama; periode selanjutnya ulama berseberangan dengan umara, namun ulama tetap menjadi pencerah umat; dan paling rusak adalah ketika ulama menghinakan diri pada penguasa.

Syiah memiliki lima kekuatan yang mengalahkan kekuatan apa pun. Pertama, Syiah memiliki negara; Kedua, mereka memiliki marja', ABI ke Iran, IJABI ke Libanon, mereka tunduk patuh pada marja', saat ini sudah banyak anak Indonesia yang berlatih perang dengan Hizbullah di Libanon. Ketiga, Mereka punya khumus, atau dana untuk memperkuat gerakan mereka. Keempat, kaderisasi yang terus terpelihara, saat ini saja, kurang lebih sekitar 12.000 pelajar Indonesia di Iran, sementara di Mesir hanya 5000. Kelima, Syiah memiliki kader ilmiah militan lulusan khauzah ilmiah di Iran seperti Qum.

Semua ini, bukan saja sekadar tantangan, tapi sudah menjadi bara yang menyala dalam rumah kita. Kata penulis buku, Ahlussunah wal Jamaah dan Dilema Syiah di Indonesia.
Menurutnya, Ajaran Syiah tidak usah ditakuti karena sangat rapuh, dia hanya ibarat balon, begitu kena jarum akan langsung meletup. Maka kita, MIUMI harus menjadi jarum bagi Syiah."
(ia/lppimakassar.com)


sumber: http://ilhamkadirmenulis.blogspot.com/2014/06/miumi-akan-menjadi-jarum-bagi-syiah.html

Ustadz Farid Okbah : Syiah Itu Tidak Ubahnya Kelelawar!

$
0
0
ust-farid-ahmad-okbahAgama takfiri Syiah itu seperti kelelawar yang keluar hanya saat gelap. Pernyataan itu disampaikan Ustadz Farid Achmad Okbah dalam kajian “Data dan Fakta Syiah di Indonesia” pada Ahad (15/6) di Masjid Mujahidin Surabaya.
“Syiah itu tidak ubahnya kelelawar. Dia keluar saat gelap, yaitu saat umat Islam lalai,” jelasnya.
Aktivis MIUMI Pusat tersebut juga menekankan bahwa ajaran Syiah itu sangat lemah dan mudah untuk dibantah kebenarannya.
“Mereka (Syiah) itu lemah. Makanya kalau kelelawar itu dibawakan lampu senter, lalu kita arah ke wajahnya, takut dia,” tambahnya.
Rapuhnya ajaran takfiri Syiah, menurut beliau juga dibuktikan saat ini sudah banyak ulama-ulama besar Syiah yang bertaubat dan masuk Sunni. Sedangkan belum pernah sepanjang sejarah ada ulama besar Sunni yang murtad dan masuk Syiah.
“Ajaran Syiah itu rapuh! Buktinya sepanjang sejarah banyak ulama-ulama besar Syiah yang tobat dan masuk Sunni. Sedangkan tidak pernah ada ulama besar Sunni yang masuk Syiah!” jelasnya.
Menurut lulusan Master jurusan Politik Islam tersebut, berkembangnya Syiah di Indonesia ini bukan karena kehebatan ajarannya, bukan juga karena kehebatan dakwahnya, tapi karena diamnya umat Islam.
Sebelum menutup acara, beliau menyemangati para pemuda yang hadir di kajian tersebut, “Pemuda-pemuda harus berani tampil membela Islam!”
Kajian tersebut dihadiri lebih dari 300 jamaah. Panitia secara suka rela membagikan dua buku tentang kesesatan dan bahaya ajaran takfiri Syiah untuk seluruh peserta yang hadir. Pembicara lain yang ikut memberikan materi tentang Syiah adalah seorang mantan penganut Syiah yang kini sudah bertaubat, Ustadz Basuki Rahmat, dan satu orang lagi adalah mahasiswa Irak yang pernah melakukan studi di Suriah. Mereka menceritakan pengalaman-pengalaman mereka ketika berinteraksi dan menjadi saksi kesesatan Syiah yang pernah mereka temui.

Viewing all 311 articles
Browse latest View live